Buku regulasi pentashihan mushaf Alquran

Kastara.ID, Jakarta – Penerbit yang akan melakukan cetak ulang master yang telah terbit tetap harus dilakukan tashih oleh tim pentashih Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ). Namun keharusan tashih itu berlaku jika cetak ulang dilakukan setelah masa berlaku tanda tashihnya habis. Jika masih dalam rentang masa berlaku tanda tashih,  maka cukup dilaporkan saja.

“Sesuai pasal 16 ayat (6) PMA No. 44 tahun 2016 tentang Penerbitan, Pentashihan, dan Peredaran Mushaf Al-Quran, cetak ulang yang dilakukan oleh penerbit dalam masa dua tahun berlakunya Surat Tanda Tashih harus dilaporkan ke LPMQ,” jelas Kepala Bidang Pentashihan LPMQ Deni Hudaeny di Jakarta, Ahad (16/12).

“Namun, bila cetak ulang setelah masa dua tahun, maka penerbit diwajibkan mengajukan pentashihan ulang master tersebut dengan perlakuan lebih cepat, mengingat sudah pernah terbit dan tidak ada perubahan layout,” sambungnya.

Hal sama berlaku juga bagi cetak mushaf yang bersumber dari master yang disediakan oleh LPMQ. Deni mengatakan, prosedurnya penerbit harus mengajukan tashih ke LPMQ. Sebab, tashih bertujuan memastikan tidak terjadi kesalahan penulisan teks ayat, baik yang bersifat human maupun technical error, dalam proses layout dan atau penggantian bingkai.

Layout dan penggantian bingkai menjadi keharusan penerbit karena regulasi mengatur, mushaf Alquran yang akan diterbitkan harus memiliki identitas sendiri berupa cover, iluminasi (bingkai) dan ciri-ciri spesifik yang berbeda dari penerbit lainnya.

Deni menambahkan, LPMQ terus berupaya meningkatkan pelayanan publik terkait Kitab Suci Alquran, baik dalam pemahaman maupun ketersediaan Mushaf yang terjaga kesahihannya. Salah satu langkah yang dilakukan adalah peningkatan kualitas pentashihan dan bekerja sama dengan para penerbit Mushaf Alquran sebagai mitra LPMQ dalam memenuhi kebutuhan umat.

“Pentashihan Mushaf Alquran adalah kegiatan meneliti, memeriksa, dan membetulkan master mushaf yang akan diterbitkan dengan cara membacanya secara saksama, cermat dan berulang-ulang oleh para pentashih sehingga tidak ditemukan kesalahan, termasuk terjemah dan tafsir Kementerian Agama,” jelasnya.

Tugas pentashihan ini, kata Deni, diampu para pentashih dengan kompetensi khusus, meliputi: hafal Al-Quran 30 (tiga puluh) juz dan mengetahui ulumul Quran, khususnya dalam bidang rasm, qira’at, dabt, dan waqf ibtida. “Pentashih juga harus menguasai teknis pentashihan,” tandasnya. (put)