Universitas Esa Unggul

Kastara.ID, Jakarta – Wacana presidential threshold (PT) nol persen terus bergulir. Bahkan beberapa anak bangsa sudah membawanya ke Mahkamah Konstitusi untuk yudisial review.

“Beberapa partai politik (parpol) menolak wacana PT nol persen. Pendapat beberapa parpol ini juga bervariasi dalam menentukan persentase PT. Ada parpol yang mengusulkan 5 sampai 10 persen, ada yang 10 persen, tapi ada juga yang justru meminta 30 persen,” ungkap M Jamiluddin Ritonga, Pengamnat Konunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta kepada Kastara.ID, Kamis (16/12).

Namun demikian, lanjut pengamat yang biasa disapa Jamil ini, lebih banyak parpol yang menginginkan PT diturunkan dari 20 persen. Hal ini mengindikasikan masih ada peluang untuk menurunkan persentase PT.

“Untuk mencari titik temu dari wacana tersebut, tampaknya perlu diambil jalan tengah terkait penetapan persentase PT. Parpol yang ada di DPR kiranya perlu mempertimbangkan PT yang sama dengan ambang batas parlemen sebesar 4 persen,” papar Jamil.

Kalau ada sembilan parpol yang masuk Senayan, maka semua parpol itu dengan sendirinya berhak mengajukan capres dan cawapres. Jumlah pasangan capres dan cawapres sebanyak itu setidaknya sudah memberi banyak pilihan bagi para pemilih sebagaimana diharapkan demokrasi.

“Jumlah pasangan tersebut diharapkan juga sudah mendekati karakteristik pemilih di Indonesia. Variasi pemilih setidaknya sudah tercermin pada pasangan yang akan dipilih,” ungkapnya.

Kalau ambang batas tersebut diterima, maka setiap parpol yang masuk Senayan dengan sendirinya berhak mengusung sendiri capres dan cawapres. Setiap parpol yang ada di Senayan tidak perlu berkoalisi saat mengusung capres dan cawapres.

“Peluang berkoalisi akan terbuka bila putaran pertama pilpres tidak ada pemenang. Pasangan calon yang masuk dua besar pada putaran pertama, dapat mengajak parpol lain untuk berkoalisi pada putaran kedua,” tandas Jamil yang juga mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Kiranya jalan tengah tersebut dapat menengahi wacana sekitar PT. Masalahnya apakah parpol mau bijak dan proporsional dalam menetapkan PT? (dwi)