Impor Beras

Kastara.id, Jakarta – Komite II DPD RI menyatakan penolakan atas kebijakan impor beras sebanyak 500.000 ton oleh pemerintah di awal tahun ini. Menurut Komite II, saat ini stok dan cadangan beras di daerah-daerah dalam posisi aman, dan bahkan di beberapa daerah mengalami surplus. Oleh karena itu, Komite II menilai impor beras yang dilakukan oleh pemerintah tidak tepat.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Impor Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi hari Rabu (17/1), Wakil Ketua Komite II DPD Aji Mirza mengatakan kebijakan impor beras dari negara Vietnam dan Thailand tersebut sangat merugikan daerah.

“Pada prinsipnya bahwa Komite II DPD RI menolak dengan tegas kebijakan impor beras ini karena kami murni mewakili daerah dan aspirasi masyarakat daerah sangat dirugikan dengan adanya kebijakan ini terutama para petani yang sampai saat ini kesejahteraannya masih dipertanyakan,” ucapnya.

Aji Mirza menyesalkan pemerintah yang tetap menjalankan impor beras meskipun banyak masyarakat yang menentang kebijakan tersebut, termasuk DPD RI. Selain itu, Senator dari Kalimantan Timur ini menganggap antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian tidak ada sinkronisasi data, sehingga memunculkan kebijakan impor beras. Kementan yang menganggap saat ini stok beras masih aman disikapi berbeda oleh Kemendag yang mengatakan saat ini dibutuhkan impor beras.

Senator dari Nusa Tenggara Barat Baiq Diyah Ratu Ganefi menganggap impor beras sangat merugikan petani. Dirinya mempertanyakan dasar dari kebijakan impor beras padahal saat ini posisi cadangan beras berada di level aman. Dirinya beranggapan seharusnya kebijakan yang menyangkut daerah turut dikomunikasikan ke DPD RI.

“Kita lihat bahwa seluruh provinsi itu aman berasnya sampai dengan panen raya besok. Distribusi beras itu seperti apa, sehingga perlu dipikirkan data itu dari seluruh daerah, DPD RI ini wakil dari daerah-daerah, jadi perlu kita sinkronisasi data-data itu,” tegasnya.

Menurut Direktur Impor Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana, saat ini ada empat daerah yang memiliki stok bagus terkait beras, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Daerah-daerah lain jumlahnya dibawah 50.000 ton. Indra juga mengatakan kebijakan impor beras tidak akan merugikan petani. Pemerintah melalui Bulog akan melindungi petani dengan cara membeli gabah, sehingga tidak perlu dikhawatirkan soal jatuhnya harga gabah dari petani sesuai dengan Inpres 5/2015.

“Kalau kita bandingkan 500.000 ton dengan produksi nasional 49 juta ton, itu untuk menjaga sekitar nol koma sekian persen. Itu untuk menjaga kalau terjadi sesuatu. Jika tidak terjadi akan kita simpan, toh tidak merugikan masyarakat,” jelasnya.

Berbeda dengan Indrasari, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi, menganggap kondisi pangan di level nasional belum mendesak untuk dilakukan impor beras. Menurutnya, saat ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait stok beras di level nasional. Kenaikan harga yang terjadi di beberapa daerah masih dianggap wajar dan biasa terjadi di awal tahun.

“Produksi kita cukup, Januari, Februari surplus. Stok bulan saat ini dibawah 1 juta ton. Kan katanya kalo aman harus di atas 1 juta ton. Tapi kita tidak khawatir karena akhir tahun ini dan awal tahun depan tidak ada badai La Nina dan El Nino, itu dari BMKG yang mengatakan,” kata Agung.

Dalam RDP tersebut, Komite II DPD RI mengeluarkan lima sikap. Pertama, Komite II menolak kebijakan impor beras pemerintah; kedua, meminta pertanggungjawaban Kementerian Perdagangan dan Bulog tentang impor beras; ketiga, meminta penjelasan Kementerian Pertanian atas program cetak sawah dan subsidi pupuk sehingga menyebabkan adanya impor beras; meminta Bulog dikembalikan kepada fungsi dan kewenanganan; dan meminta pemerintah menguatkan aturan agar Bulog dapat menyerap beras petani sesuai dengan target. (npm)