Omnibus Law

Kastara.ID, Jakarta – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pihaknya bakal menggelak aksi demo besar-besaran untuk menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Said menyebut RUU Cipta Kerja tidak mengandung tiga prinsip yang harus ada dalam hukum ketenagakerjaan. Itulah sebabnya ia berharap RUU Cipta Kerja yang saat ini draftnya sudah diserahkan ke DPR tidak disahkan.

Saat memberikan keterangan tertulisnya (16/2), Said menjelaskan, tiga hal yang seharusnya ada dalam hukum ketenagakerjaan adalah prinsip kepastian pekerjaan, jaminan pendapatan, dan kepastian jaminan sosial. Ketiga hal itulah yang menurut Said sama sekali tidak tercermin dalam RUU Cipta Kerja.

Said juga menyebut sembilan alasan KSPI menolak RUU Cipta Kerja. Hal-hal yang juga dipermasalahkan KSPI adalah klaster ketenagakerjaan, di antaranya terkait upah minimum, pesangon, outsourcing, karyawan kontrak, dan waktu kerja yang dinilai eksploitatif. KSPI juga menilai RUU Cipta Kerja justru membuka pintu lebar bagi masuknya tenaga kerja asing (TKA), terutama yang unskil worker atau buruh kasar masuk ke Indonesia.

Terlebih RUU Cipta Kerja mempermudah mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menghapus sanksi pidana bagi pengusaha. Di lain pihak, jaminan sosial justru dihilangkan dan besaran upah hanya didasarkan pada upah minimum provinsi (UMP). Jika hanya UMP yang dijadikan dasar, menurut Said, pekerja yang bergaji Rp 4,5 juga akan turun menjadi hanya Rp 1,8 juta. Pengusaha juga tidak lagi terkena sanksi denda jika terlambat membayar upah. Padahal dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003, pengusaha yang terlambat membayar upah bisa dikenakan denda.

Seperti diketahui, Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang telah dibuat pemerintah menimbulkan banyak polemik. Pasalnya beberapa ketentuan yang dulu ada secara mengejutkan dihapus. Di antaranya adalah aturan cuti hamil dan melahirkan, cuti haid, serta pemberian waktu untuk beribadah. Cuti panjang juga ikut-ikutan hilang dari RUU Cipta Kerja.

Sedangkan kontrak kerja karyawan dihilangkan batas waktunya. Sehingga pengusaha bisa mempekerjakan seseorang dengan sistem kontrak selamanya. Omnibus Law juga menghapus kewajiban izin lingkungan bagi pengusaha yang ingin membangun pabrik. Hal ini memunculkan kekhawatiran rusaknya lingkungan akibat eksplotasi alam secara tidak bertanggung jawab. (ant)