Kastara.id, Jakarta – Adanya larangan pelibatan anak-anak dalam kampanye baik dalam pilkada maupun pileg dan pilpres,  membuat partai politik harus menyediakan tempat penitipan anak.

Hal itu dikatakan Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali dalam diskusi di Media Center, Senayan, Jakarta, Selasa (17/4). “Sebaiknya partai peserta pemilu menyediakan tempat bagi anak yang dibawa oleh orang tuanya saat kampanye. Seperti penitipan dengan fasilitas pengamanan dan lain-lain,” katanya.

Menurutnya, penyelenggara kampanye harus bisa menyediakan tempat untuk anak yang ikut dengan orang tuanya saat kampanye. Karena orang tua selalu beralasan klasik, yaitu tidak ada yang jaga di rumah.

Selain itu sanksinya harus tegas bagi partai politik yang terbukti sengaja mengerahkan anak-anak dalam kampanye.

“Jadi, sebaiknya aturan pemilu itu menekankan perlindungan anak dalam materi debat kandidat untuk menimbulkan kesadaran tentang anak,” ungkapnya.

Zainuddin berharap KPAI secara reguler mengumumkan partai mana yang melanggar, harus berani. Itu penting diumumkan agar berpengaruh terhadap masyarakat soal partai itu, sehingga partai juga memiliki kesadaran terhadap anak-anak.

Golkar, kata Zainuddin, akan mendukung dan mengupayakan yang menjadi tugas Komisi II DPR terkait pemilu. Khususnya pengaturan terkait pelarangan anak ikut kampanye. Maka, bagaimana peserta kampanye tidak melibatkan anak itu harus diatur,” pungkasnya.

Sementara Titi Anggraini menjelaskan, jika penyadaran berpolitik kepada anak itu tak selalu melalui kampanye terbuka di tempat umum, karena masih banyak format kampanye yang lebih ramah anak.

Misalnya melalui media sosial, iklan, debat publik yang edukatif dan pengetahuan lainnya, yang sesuai dengan anak-anak. “Jadi, menyadarkan politik pada anak-anak itu tidak selalu melalui kampanye terbuka,” kata Direktur Eksekutif Perludem itu.

Menurut Komisioner KPAI/Koord. Nas Posko Nasional Pilkada, Jasra Putra, saat ini terdapat 80 jutaan anak atau sepertiga dari penduduk Indonesia. Sedangkan yang terlibat dalam pilkada di 171 daerah sebanyak 10 jutaan anak. “Mereka ini harus dilindungi dari kepentingan politik praktis,” katanya.

Dia berharap Komisi II DPR bisa membuat regulasi yang komprehensif khusus anak ini. Kalau tidak, bisa diatur melalui PKPU atau peraturan Bawaslu.

“Ini penting. Sebab, ketika anak terlibat politik praktis seperti dalam pilkada DKI, begitu yang didukung kalah, maka anak itu dibullying, dikerjain. Jadi, kita harus berpikir dampak pra pilkada dan pasca pilkada terhadap anak-anak,” katanya. (danu)