Terorisme

Kastara.id, Jakarta – Terorisme bukanlah sebuah produk instan yang lahir dari sebuah keputusan tunggal melainkan hasil dari proses panjang. Demikian diakui oleh mantan narapidana teroris yang menjadi praktisi deradikalisasi Ali Fauzi Manzi dalam diskusi publik tentang deradikalisasi di Jakarta, Kamis (17/5).

Ali menjadi salah satu narasumber diskusi “Memutus Mata Rantai Gerakan Terorisme, Mungkinkah?: Kegagalan dan Keberhasilan Deradikalisasi” yang diadakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Menurut Ali, terorisme itu bukan sulap yang cukup dengan sim salabim. “Perlu proses panjang yang perlahan-lahan mendorong seseorang berkomitmen pada aksi kekerasan atas nama Tuhan,” katanya.

Ibaratnya, lanjut Ali, terorisme sebagai sebuah penyakit yang sudah berkomplikasi. Terorisme tidak tunggal tetapi saling berkaitan. Sehingga penanganan terorisme tidak bisa melalui metode tunggal tetapi harus melibatkan banyak aspek, perspektif dan metodologi.

“Perlu dokter spesialis dan kampanye pencegahan oleh mereka yang pernah mengalami penyakit ini. Saya salah satunya,” kata salah satu pelaku Bom Bali itu.

Ali menjelaskan, aksi-aksi teror yang terjadi seperti di Surabaya dan Riau, bukan sebuah rekayasa melainkan dilakukan oleh orang-orang yang mengaku mujahidin yang sedang berjihad.

Narasumber lainnya dalam diskusi tersebut adalah Koordinator Tim Riset Program Prioritas Nasional Membangun Narasi Positif Kebangsaan LIPI Cahyo Pamungkas dan Direktur Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PSAD) Paramadina Ihsan Ali Fauzi. (npm)