Keramba

Kastara.ID, Jakarta – Keberadaan Keramba Jaring Apung (KJA) yang beberapa tahun belakangan menjamur di Danau Toba menjadi kambing hitam terjadinya pencemaran air di danau terbesar yang terletak di Sumatera Utara itu. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun minta supaya jumlah produksi perikanan di danau tersebut dikurangi.

“Pemprov Sumatera Utara harus tegas mengurangi produksi budidaya perikanan dengan mengurangi KJA,” kata Ketua Komite III DPD RI Parlindungam Purba di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (17/7).

Hal itu disampaikan dalam dialog kenegaraan ‘”Peningkatan Kualitas Air Danau Toba” bersama Direktur Jenderal Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, (Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RM Karliansyah, dan Kepala Bidang dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup Pemprov Sumut Rismawaty.

Menurut senator asal Sumatera Utara itu Pemprov harus mengurangi produksi perikanan KJA dari 63 ribu ton menjadi 10 ribu ton sebagaimana sudah diatur dalam Pergub No.188/2017 tentang daya dukung dan daya tampung pencemaran di Danau Toba.

“Paling tidak tahun 2022 sudah terelisasi dari 63 ribu ton menjadi 10 ribu ton,” kata Parllindungan.

Menurut Parlindungan, KJA yang menjadi penyebab buruknya kualitas air itu adalah pakan ikan yang mencapai 70 persen, dan selebihnya limbah domestik masyarakat, hotel, dan lain-lain.

“Tujuh kabupatan di Danau Toba juga ikut bertanggung jawab terhadap kualitas air danau itu, demi pelestarian lingkungan, dan kelangsungan pariwisata. Khususnya KJA perusahaan. Kalau KJA rakyat jumlahnya kecil dan alternatifnya mudah. Jadi, Pemprov Sumut harus punya target lebih cepat untuk realisasi 10 ribu ton ikan per tahun,” tandasnya. .

Ketujuh kabupaten tersebut adalah Kabupaten Simalungun, Tobasa, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Kabupaten Karo, dan Kabupaten Samosir.

Rismàwaty menegaskan, jika Pemprov Sumut sudah menerbitkan Pergub No.188 tahun 2017 dan sudah dilaksanakan. Terbukti KJA terus menurun. Dari 83 ribu ton pertahun menjadi 63 ribu ton pada 2016 dan 42 ribu ton pada tahun 2017, dan dilakukan bertahap hingga tahun 2023.

“Pemprov Sumut juga sudah mengeluarkan larangan izin KJA baru, karena kewenangannya hanya mengeluarkan izin. Selebihnya oleh Kementerian Pusat. Tujuh kabupaten di Danau Toba juga dilarang keluarkan izin, karena kuotanya sudah habis. KJA ini terkait aspek sosial, ekonomi dan lingkungan,” ungkapnya.

Sedang Dirjen Perikanan Bididaya Departemen Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Subiyakto mengatakan tidak masalah kalau jumlah produksi perikanan di Danau Toba dikurangi bahkan kalau mau dizerokan.

Namun yang harus diingat bahwa budidaya perikanan dengan KJA bukan satu-satunya pencemar air danau toba. Limbah yang masuk ke Danau Toba juga datang dari peternakan di antaranya peternakan babi, hotel dan industri.

Slamet Subiyakto mengakui kandungan yang ada dalam pakan ikan yakni fospor menyebabkan berkembangnya plankton yang mencemari air danau. Oleh karenanya dia sudah minta kepada produsen pakan ikan mengurangi kandungan fosfor. (danu)