Emas

Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menerbitkan empat Peraturan Bappebti terkait penyelenggaraan perdagangan komoditas digital aset kripto dan emas digital. Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana menyampaikan, keempat peraturan Bappebti tersebut terdiri dari Peraturan Bappebti No. 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka; Peraturan Bappebti No. 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka; Peraturan Bappebti No. 4 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka; dan Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

“Peraturan-peraturan ini akan menjadi landasan hukum perdagangan aset kripto sebagai salah satu komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka, dan/atau kontrak derivatif lainnya yang diperdagangkan di bursa berjangka. Selain itu, juga untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan industri perdagangan fisik emas digital melalui bursa berjangka,” jelas Wisnu.

Penerbitan empat peraturan Bappebti terebut merupakan tindak lanjut Peraturan Menteri Perdagangan No. 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) dan Permendag No. 119 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Perdagangan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.

“Penerbitan peraturan tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah terus mengikuti perkembangan industri Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) yang dinamis dan selalu berupaya memberikan ruang untuk pengembangan usaha inovasi komoditas digital. Bappebti berkomitmen memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, serta kepastian berusaha di sektor tersebut,” lanjut Wisnu.

Lebih jauh Wisnu menjelaskan, Peraturan Bappebti No. 2 Tahun 2019 akan menjadi landasan hukum penyelenggaraan pasar fisik komoditi di bursa berjangkan, serta mengatur kelembagaan pasar fisik yang mencakup persyaratan serta hak dan kewajiban lembaga yang ada, yaitu bursa berjangka, lembaga kliring berjangka, pedagang komoditi, tempat penyimpanan (depository), peserta, dan pelanggan. Diatur pula jenis komoditi dan mekanisme pelaksanaan perdagangan komoditi, yang nantinya perlu diatur per jenisnya dan mekanismenya. Hal ini karena setiap komoditi yang diperdagangkan memiliki spesifikasi dan karakteristiknya tersendiri, misalnya emas digital dan aset kripto.

Sementara itu, sebagai perlindungan kepada nasabah dan pelanggan, diatur pula penggunaan rekening terpisah untuk penyimpanan dana, serta adanya pengelola tempat penyimpanan untuk penyimpanan komoditi dan pemenuhan penyerahan barang. Sedangkan, penyelesaian perselisihan diatur dengan mekanisme penyelesaian keperdataan melalui sarana yang tersedia di bursa berjangka, yakni mediasi dan pengunaan Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI) atau pengadilan negeri sesuai pilihan forum penyelesaian perselisihan yang disepakati dalam perjanjian oleh para pihak.

Peraturan Bappebti No. 3 Tahun 2019 menjadi landasan hukum bagi penetapan aset kripto sebagai salah satu komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka, dan/atau kontrak derivatif lainnya yang diperdagangkan di Bursa Berjangka, dengan menambah ‘komoditi di bidang aset digital (digital asset) berupa aset kripto’.

Selanjutnya, Peraturan Bappebti No. 4 Tahun 2019 akan menjadi landasan operasional penyelenggaraan pasar fisik emas digital di bursa berjangka. Peraturan ini mengatur kelembagaan pasar fisik emas dengan persyaratan yang lebih spesifik (khusus) terkait kelembagaan. Peraturan ini juga mengatur persyaratan teknis emas yang dapat disimpan di tempat penyimpan emas yang mencakup standar mutu dan kemurnian.

“Untuk mendukung pembentukan harga di bursa berjangka, pedagang fisik komoditi emas digital diwajibkan menjadi anggota bursa dan juga anggota kliring. Dengan kewajiban ini, diharapkan mereka dapat melakukan lindung nilai di bursa berjangka (secara fisik dan futures), dan menjadi market maker (penyedia likuiditas) di bursa berjangka,” ujar Wisnu.

Wisnu melanjutkan, peraturan ini memberikan ruang bagi inovasi perdagangan emas secara digital yang telah ada dengan mengakomodasi para pedagang emas digital melalui kelembagaan “Pedagang Fisik Emas Digital”. Beberapa mekanisme yang ada di lapangan, seperti jual beli, cicil, cetak, titip, dan hal lainnya telah diakomodasi dalam peraturan badan ini.

Mengingat pedagang fisik emas digital dapat memiliki pelanggan, maka diwajibkan pula kepada mereka untuk menerapkan ketentuan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU/PTT). Sedangkan, guna menjamin kualitas dan ketersediaan emas, sebelum melakukan perdagangan emas digital, pedagang fisik emas digital wajib menempatkan emas pada tempat penyimpanan yang juga wajib berlokasi di Indonesia.

Untuk menjamin keamanan dana, dipergunakan pula rekening terpisah atas nama pedagang fisik emas digital pada lembaga kliring berjangka. Selain itu, untuk menjamin kesahihan setiap transaksi yang ada, Lembaga Kliring Berjangka melakukan fungsi delivery versus payment (DvP). Peraturan ini juga mengatur penyelesaian perselisihan secara keperdataan seperti yang diatur dalam Peraturan Bappebti No. 2 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pasar Fisik Komoditi di Bursa Berjangka.

Adapun Peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019 merupakan landasan operasional penyelenggaraan pasar fisik aset kripto di bursa berjangka. Peraturan ini mengatur persyaratan yang lebih spesifik (khusus) terkait perdagangan aset kripto, antara lain persyaratan permodalan bagi bursa berjangka, lembaga kliring berjangka, dan pedagang fisik aset kripto; serta sistem dan/atau sarana perdagangan daring yang digunakan yang wajib memenuhi beberapa persyaratan teknis seperti sertifikasi ISO 27001 (Information Security Management System).

Aset kripto yang dapat diperdagangkan pun wajib mendapat persetujuan Bappebti setelah memenuhi persyaratan teknis market cap dan jenisnya (aset kripto utilitas atau beragun aset). Sementara, dalam rangka menjamin ketersediaan aset kripto, maka diatur mekanisme penyimpanannya, baik melalui hot storage maupun cold storage. Guna menjamin keamanan dana, digunakan pula rekening terpisah atas nama pedagang aset kripto pada lembaga kliring berjangka.

Selain itu, Lembaga Kliring Berjangka melakukan fungsi DvP untuk menjamin kesahihan setiap transaksi yang terjadi. Peraturan ini juga mengatur penyelesaian perselisihan secara keperdataan seperti yang diatur dalam Peraturan Bappebti No. 2 Tahun 2019. Terhadap pelanggan aset kripto, pedagang fisik aset kripto juga wajib menerapkan program APU/PPT dan proliferasi senjata pemusnah massal.

Pedagang fisik aset kripto wajib memperoleh persetujuan sebagai pedagang fisik aset kripto dari Kepala Bappebti. Untuk tahap awal, calon pedagang fisik aset kripto wajib melakukan pendaftaran yang berlaku paling lama satu tahun sejak peraturan ini mulai berlaku. Selama masa pendaftaran, apabila calon pedagang fisik aset kripto telah memenuhi persyaratan persetujuan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan persetujuan.

“Diharapkan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bappebti ini akan menambah kepercayaan dan integritas para pelaku usaha PBK dalam melakukan transaksi baik Aset Kripto maupun Emas Digital,” tegas Kepala Bappebti. (mar)