Kastara.id, Jakarta – Komisi II melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Nusantraa II DPR, Senayan, Jakarta, Senin (18/9).

RDP membahas isu-isu strategis perubahan peraturan kode etik penyelenggara pemilu dan peraturan pedoman beracara DKPP. “Kita membahas mengenai peraturan kode etik penyelenggaraan pemilu yang disusun DKPP berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Pembahasan kode etik penyelenggaraan pemilu tidak banyak mengalami perubahan hanya penyempurnaan dari kode etik sebelumnya,” ujar Wakil Ketua Komisi II Al Muzzammul Yusuf usai memimpin rapat.

Dalam kode etik, lanjut dia, DKPP mengangkat mengenai aturan penyelenggaraan pemilu yang wajib mengikutsertakan masyarakat yang disabilitas. Hal ini bertujuan agar semua masyarakat dapat berkontribusi memberikan suaranya.

Selain itu, dalam RDP juga membahas mengenai aturan yang melarang adanya pertemuan antara penyelenggara pemilu dengan partai politik. “DKPP mengusulkan ada aturan tegas yang melarang penyelenggara pemilu melakukan pertemuan secara tertutup atau menerima uang dari partai politik,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi II Sirmadji yang mengungkapan mengenai dua agenda yang dibahas dalam RDP yaitu kode etik tata beracara penyelenggara pemilihan umum dan kode etik yang mengatur perilaku penyelengara itu sendiri. “Ini masih berlangsung kami akan memberikan berbagai masukan saran dan sebagainya, dan keputusan akan dicatat untuk ditindaklanjuti dalam penyempuaraan yang telah disusun,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua DKPP Harjono mengatakan tugas DKPP dalam UU baru, linear dengan tugas sebelumnya. Hanya saja ada penyesuaian dimana DKPP melakukan penyesuaian tugas yang mengacu pada UU 7 tahun 2017 tentang pemilu.

Misalnya, lanjut Harjono, DKPP telah mengatur terkait larangan bagi penyelenggara pemilu untuk menerima uang, jasa, dan barang atau janji tertentu dari peserta pemilu. Hal ini diatur agar profesionalitas dan integritas penyelenggaraan pemilu dapat segara terbentuk.

“Ini merupakan aturan baru yang tertuang dalam draf peraturan DKPP yang dikonsultasikan dengan DPR dan Pemerintah,” kata Harjono seraya menegaskan aturan tersebut dibuat guna menyikapi pengalaman masa lalu yang sempat muncul polemik di masyarakat mengenai penyelenggara pemilu yang menerima honor dari parpol. (npm)