Mahkamah Konstitusi

Kastara.ID, Jakarta – Di tengah ramainya pembicaraan publik soal Presidential Threshold (PT), ternyata Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menyidangkan gugutan terkait aturan yang membatasi partai dalam mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden itu. Bahkan MK pernah mengadili sebanyak 13 gugatan presidential threshold.

Riwayat persidangan soal PT menjadi menarik disimak lantaran saat ini beberapa pihak kembali mengajukan gugutan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 222.

Pihak yang mengajukan gugatan adalah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono, mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo serta Bustami Zainuddin dan Fachrul Razi, keduanya adalah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Aceh dan Lampung. Mereka menggandeng ahli hukum tata negara Refly Harun selaku kuasa hukum.

Para penggugat meminta agar ambang batas PT 20 persen dihapus atau nol persen. Sehingga nantinya setiap partai bisa mencalonkan presiden tanpa ada persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Ternyata gugatan serupa juga pernah diajukan. Salah satunya oleh Rhoma Irama. Raja dangdut itu mengajukan gugatan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Islam Damai Aman (Idaman). Meski akhirnya gugatan tersebut kandas, ternyata dalam persidangan tersebut, dua hakim MK mempunyai pemikiran sebaliknya. Keduanya adalah Saldi Isra dan Suhartoyo.

Dikutip dari pendapat yang tertuang dalam putusan Nomor 53/PUU-XV/2017, Sabtu (18/12), terdapat tujuh hal yang menjadi pertimbangan keduanya, yakni:
1. Membelokkan Teks Konstitusi
2. Merusak Logika Sistem Pemerintahan Presidensial
3. Amerika Serikat Tidak Mengenal Presidential Threshold
4. Bukan Open Public Policy, Jauh dari Rasa Adil
5. Merusak Rasionalitas dan Daulat Rakyat
6. Dinamika Politik Amat Mungkin Berubah Secara Drastis
7. Mengamputasi Pilihan Rakyat

Dalam persidangan itu pendapat Saldi Isra dan Suhartoyo kalah dengan tujuh hakim konstitusi lainnya, yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Manahan MP Sitompul, Maria Farida Indrati, dan Wahiduddin Adams. Akhirnya hingga kini presidential threshold tetap berlaku. (ant)