Jamiluddin Ritonga: Jokokowi dan Mega di Istana Bicara Reshuffle Kabinet, Bukan Capres

Kastara.ID, Jakarta – Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri selama tiga jam di Istana Negara tentu banyak yang dibahas.

“Namun karena pertemuan itu di Istana Negara, kemungkinan besar agenda utamanya membahas reshuffle kabinet. Agenda lain hanyalah bumbu-bumbu dalam pertemuan itu,” ungkap Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Ahad (19/3) siang.

Menurut Jamil, Jokowi tampaknya ingin mendapat masukan Megawati terkait perlu tidaknya menteri dari Nasdem di-reshuffle. Dukungan politik itu diperlukan Jokowi mengingat me-reshuffle menteri dari Nasdem secara politis sangat sensitif dan berisiko.

“Kalau dukungan dari Megawati diperoleh, maka Jokowi akan lebih mudah meyakinkan partai koalisi lainnya dalam me-reshuffle menteri dari Nasdem. Sebab, selama ini partai koalisi lainnya cenderung mengamini kehendak Jokowi,” imbuh Jamil.

Menurutnya, Megawati yang memposisikan Jokowi sebagai petugas partai tak sungkan mengkritiknya secara terbuka. Karena itu, Jokowi tak ingin salah langkah dalam me-reshuffle menteri dari Nasdem.

“Jadi, Jokowi ingin mendapat dukungan sepenuhnya dari Megawati dalam me-reshuffle menteri dari Nasdem. Hanya dengan begitu, Jokowi yakin kabinetnya akan tetap stabil hingga 20 Oktober 2024,” jelas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta.

Ditambahkan Jamil, kemungkinan membicarakan capres dan cawapres dari PDIP tampaknya kecil sekali. Sebab, Istana Negara bukanlah tempat yang tepat membicarakan persoalan partai.

“Lagi pula, dalam pertemuan di Istana Negara, Jokowi tampaknya sebagai inisiator. Sebagai pengundang dan kapasitasnya sebagai presiden, tentu lazimnya yang dibicarakan masalah pemerintahan dan kenegaraanc tandas Jamil.

Lanjutnya, apalagi Megawati yang merasa punya hak prerogatif, tentu tidak akan mau membicarakan capres di Istana Negara. Sebab, posisi Megawati di Istana Negara hanyalah sebagai tamu.

Sebagai penentu capres dan cawapres, tentu Megawati merasa berhak menetapkan tempat pertemuan yang diinginkannya. Kemungkinan Istana Batu Tulis atau tempat yang dianggapnya bersejarah lainnya akan ditetapkannya sebagai tempat pertemuan.

“Jadi, dalam hal capres dan cawapres dari PDIP, Megawati akan menjadi inisiator, termasuk dalam menetapkan tempat pertemuan. Sementara Jokowi sebagai petugas partai hanya dimintai masukan terkait capres dan cawapres,” jelas Jamil.

Jokowi tampaknya memahami benar posisinya tersebut. Karena itu, Jokowi kecil kemungkinan berani memulai membicarakan capres dan cawapres dari PDIP di hadapan Megawati.

“Karena itu, Jokowi tak akan lancang sengaja mengundang Megawati ke Istana Negara hanya untuk membicarakan capres dan cawapres dari PDIP. Untuk yang satu ini Jokowi tampaknya tahu diri,” tamdas Jamil. (dwi)