Partikel Tuhan

Oleh: Mohammad Sabri

INILAH Hukum Hubble: “Kecepatan setara dengan jarak (v=Hd).” Hukum ini, tidak saja merupakan temuan terpenting astronomi abad ke-20, tapi juga “kunci” pembuka gerbang bagi Tuhan untuk masuk kembali ke dalam wilayah sains yang sejauh ini tertutup rapat selama dua ratus tahun. “Para Astronom Menemukan Tuhan.” Demikian judul artikel dalam sebuah jurnal semi ilmiah yang cukup ternama ketika model asal-usul kosmik atau akar seluruh realitas yang lebih lengkap—Teori  Big Bang—mendapatkan pengukuhan observasional pada akhir 1960-an.

Sejak itu, tak ada yang lebih menggetarkan sukma dan haru-biru kaum agamawan sekaligus menghasut benak para ilmuan selain adanya petanda bahwa seluruh kosmik mempunyai awal. Teori Einstein tentang Relativitas—yang  sejauh ini dinilai satu-satunya teori paling mampu memberikan pemahaman mengenai kosmik—justru gagal di titik tak terdefinisi yang dinubuatkannya sendiri. Titik awal ruang-waktu, singularitas, menandai keandalan sekaligus keguyahan teori tersebut.

Ketika iman para agamawan seolah menemukan peneguhannya lewat teori Big Bang, para ilmuan justeru dihadapkan pada kenyataan, seluruh kisah penelusuran kosmologi ke masa silam yang demikian menakjubkan di bawah tuntunan daya nalarnya, bagai berakhir dalam sebuah mimpi buruk. Itu sebab, astronom Robert Jastrow merangkai kesaksian alegoris yang menarik, “Para ilmuan memanjat tebing-tebing cadas ketidaktahuan; mereka nyaris saja menaklukkan puncaknya yang tertinggi; ketika berhasil menggapai batu terakhir, mereka justru disambut hangat serombongan agamawan-mistikus yang telah duduk di sana selama berabad-abad.”

Peter Higgs dan Francois Englert, adalah fenomena yang menghentak. Mereka adalah dua dari enam fisikawan yang pada 1964 mengusulkan keberadaan teori “Partikel Tuhan” atau Higgs Boson—akhirnya mengantarkannya meraih penghargaan paling bergengsi di kancah ilmu pengetahuan: Hadiah Nobel Fisika tahun 2013.

Teori “Partikel Tuhan” berangkat dari sebilah pertanyaan fundamental: mengapa benda di sekitar kita memiliki massa? Dari serangkaian riset yang mereka lakukan—lalu dipublikasikan pada jurnal Physical Review Letters—disimpulkan jika “Partikel Tuhan” adalah keping terakhir dari puzzle untuk melengkapi Model Standar Partikel Elementer, sebuah teori paling sukses untuk menjelaskan bagaimana partikel dasar berinteraksi dengan gaya-gaya fundamental sekaligus memahami asal-usul, tumbuh dan berkembangnya kosmik. “Partikel Tuhan” sebab itu, adalah medan dan partikel super-mikroskopik yang tanpa kehadirannya, quarks tak terkombinasi membentuk proton dan netron, tanpa kombinasi proton-netron dan elektron tak akan ada atom. Tanpa atom, molekul dan materi pun tidak akan terbentuk semesta. Dengan kata lain: tak akan ada galaksi, bintang, planet, dan napas kehidupan di muka bumi.

Pertanyaan yang menghasut nurani pun terbit: mampukah agama-agama dan tradisi autentik menjadi harapan, sumber energi, dan inspirasi bagi manusia dalam membuat pilihan-pilihan penting kini dan di masa depan yang dekat, ketika sains mewartakan begitu banyak kemungkinan? “Harapan,” begitu pendakuan seorang penyair, “Jangan-jangan terbit dari sikap yang tak mengeluh pada batas.” (*)

* Direktur Pengkajian Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).