Kastara.id, Yahukimo – Untuk mendukung kebijakan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Papua, pemerintah membeli dua buah pesawat Air Tractor (pengangkut BBM) untuk mempermudah BBM di daerah-daerah pedalaman Papua. Pesawat tersebut memiliki kapasitas sebesar empat ribu liter. Adapun pengoperasian ke daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau akan dikelola oleh anak usaha Pertamina, yakni PT Pelita Air Service.

“Kita sekarang baru punya dua, nantinya tambah lagi tiga menjadi lima,” kata Presiden Jokowi saat mencanangkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat, di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua (18/10).

Menurut Dirut Pertamina Dwi Soetjipto, pengadaan pesawat tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak upaya yang dilakukan guna mendukung kebijakan satu harga BBM yang dicanangkan oleh Presiden. Ia menyebutkan, bila kebijakan BBM satu harga tersebut diterapkan di Papua, maka Pertamina akan menderita kerugian sebesar Rp 800 miliar.

Selain pengadaan pesawat penyalur BBM, Pertamina juga mengembangkan sembilan lembaga penyalur baru atau APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar). APMS tersebut disebar di delapan kabupaten, yakni tujuh kabupaten di Provinsi Papua dan satu kabupaten di Papua Barat yang sudah berjalan sejak Agustus hingga Oktober lalu.

“Syukur alhamdulillah, program yang kami laksanakan dapat terlaksana. Dengan demikian, mulai saat ini kebijakan BBM satu harga di provinsi Papua dan Papua Barat sudah siap diwujudkan dengan harga jual premium Rp 6.450 per liter dan solar Rp 5.150 per liter. Harga tersebut tidak hanya di SPBU, tapi juga di titik serah terima yang lebih rendah seperti di tingkat penyalur atau APMS,” ujar Dwi Soetjipto.

Presiden Jokowi menyadari bahwa untuk mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar untuk menyalurkan BBM tersebut ke wilayah Papua yang masih sulit dijangkau oleh layanan transportasi umum. Meski demikian, Presiden bertekad untuk mewujudkan kebijakan tersebut dan menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya. Salah satu solusi yang disebutkan Presiden ialah dengan melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.

Presiden juga meyakini bahwa Pertamina mampu mengemban tugas ini dengan baik melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan yang ada. Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya. “Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memperoleh hak-hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM,” kata Presiden.

Namun Presiden mengingatkan, upaya mewujudkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan BUMN saja, tapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak.

Pemerintah daerah misalnya, Presiden meminta untuk turut berperan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. “Kadang-kadang kebijakan itu pelaksanaan di lapangan tidak diikuti. Bisa terjadi salah pengertian. Kapolda di sini juga harus ikut mengawasi betul-betul harga itu memang sampai di masyarakat,” ujar Presiden.

Presiden juga meminta Pertamina untuk menyoroti harga BBM di tingkat penyalur dan pengecer. Presiden tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga yang terlalu besar bila BBM tersebut telah sampai di tangan masyarakat.

“Saya juga titip, harga di APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) saya harapkan juga sama ketika sampai di masyarakat. Jangan sampai nanti dibeli segelintir orang untuk dijual lagi dengan harga yang berbeda. Itu yang saya tidak mau. Harganya harus harga di masyarakat, jadi cara penyalurannya harus benar,” kata Presiden.

Presiden pun memastikan bahwa dirinya akan selalu memantau harga-harga di tingkat penyalur dan pengecer di Papua. Terhadap semua kabupaten ataupun wilayah yang ada di Papua, Presiden kembali menegaskan bahwa hanya satu harga BBM yang berlaku. “Saya selalu cek kalau ada hal-hal seperti ini sehingga masyarakat mendapatkan harga yang sama. Seperti di Paniae, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintan, di Jayawijaya, dan Lani Jaya saya harapkan juga sama,” ujarnya.

Presiden juga meminta kebesaran hati dan kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut. Dirinya masih memberikan toleransi terhadap kenaikan harga BBM di tingkat pengecer selama masih berada dalam batas kewajaran.

“Di luar pom bensin harganya naik sedikit wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tapi kalau harganya (premium) kemudian menjadi 25 ribu per liter, itu tidak wajar. Harganya ada yang 40 ribu itu juga tidak wajar karena belinya hanya 6.450 rupiah per liter. Itu yang menjadi catatan saya,” kata Presiden.

Bersama Ibu Negara, dalam kesempatan tersebut Presiden didampingi Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Gubernur Papua Lukas Enembe. (raf)