Industri Manufaktur

Kastara.ID, Jakarta – Pemerintah sedang memprioritaskan peningkatan investasi dan ekspor guna memperbaiki struktur perekonomian nasional. Dua faktor tersebut, juga menjadi kunci untuk memacu daya saing Indonesia agar lebih kompetitif baik di tingkat regional maupun global.

“Dalam hal ini, industri manufaktur berperan penting karena telah menjadi penggerak utama bagi perekonomian. Dengan investasi dan ekspor meningkat, kami optimis ekonomi kita menjadi lebih sehat,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Rabu (20/2).

Menurut Menperin, pihaknya tengah fokus menggenjot investasi dan ekspor di lima sektor yang menjadi prioritas dalam Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. “Sebab, kelima sektor manufaktur ini mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian,” tuturnya.

Kementerian Perindustrian mencatat, realisasi total nilai investasi di sektor industri manufaktur sepanjang tahun 2018 mencapai Rp 222,3 triliun. Adapun sektor yang menjadi penopang utamanya yakni, industri logam, mesin dan elektronika, dan industri instrumen kedokteran, presisi, optik dan jam dengan nilai sebesar Rp 60,12 triliun.

Kemudian, disusul industri makanan dengan nilai investasi mencapai Rp 56,60 triliun, industri kimia dan farmasi Rp 39,31 triliun, industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain Rp 14,85 triliun, industri kertas dan percetakan Rp 11,84 triliun, serta industri mineral logam Rp 10,63 triliun.

Selanjutnya, investasi industri karet dan plastik sebesar Rp 9,40 triliun, industri tekstil Rp 7,68 triliun, industri kayu Rp 5,23 triliun, industri barang dari kulit dan alas kaki Rp 3,54 triliun, serta industri lainnya Rp 3,04 triliun.

“Formulasi yang dipakai pemerintah untuk mengurangi impor adalah dengan mendorong tumbuhnya industri substitusi impor, kemudian untuk mendorong ekspor juga dengan meningkatkan investasi berorientasi ekspor,” imbuhnya.

Dengan formula yang diterapkan tersebut, diharapkan terjadi loncatan pertumbuhan ekonomi nasional yang signifikan. Hal ini akan mendukung target Making Indonesia 4.0, yakni masuk 10 besar perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Maka itu, perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi,” ujarnya. Dalam hal ini, Kemenperin serius menjalankan kebijakan hilirisasi industri, yang juga mampu membawa efek berantai pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.

Selama empat tahun terakhir, ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat. Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai USD 108,6 miliar, naik menjadi USD 110,5 miliar di tahun 2016.

Pada 2017, ekspor nonmigas tercatat di angka USD 125,1 miliar, melonjak hingga USD 130 miliar di tahun 2018 atau naik sebesar 3,98 persen. “Jadi, tahun lalu kontribusinya mencapai 72,25 persen. Selama ini menjadi penyumbang terbesar. Di tahun 2019, kami akan lebih genjot lagi sektor industri manufaktur untuk meningkatkan ekspor, terutama yang punya kapasitas lebih,” ungkap Airlangga.

Lima sektor manufaktur yang pertumbuhannya di atas lima persen dan memiliki catatan kinerja ekspor gemilang di tahun 2018, yakni industri makanan dan minuman yang nilai ekspornya mencapai USD 29,91 miliar, disusul industri tekstil dan pakaian jadi sebesar USD 13,27 miliar, serta industri logam dasar USD 15,46 miliar.

Selanjutnya, industri karet, barang dari karet dan plastik menembus hingga USD 7,57 miliar, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki di angka USD 5,69 miliar.

Di samping itu, sepanjang 2018, kinerja ekspor positif juga dicatatkan oleh industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, menorehkan nilai ekspornya sebesar USD 13,93 miliar, kemudian ekspor kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dan alat angkutan lainnya menembus angka USD 8,59 miliar, serta pengapalan barang komputer, barang elekronik dan optik mencapai USD 6,29 miliar.

Dalam upaya menggenjot investasi dan ekspor, pemerintah berkomitmen untuk terus menciptakan iklim bisnis yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan usaha. Langkah strategis yang telah dilakukan, antara lain pemberian insentif fiskal, penerapan online single submission (OSS), serta pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi.

Di tengah kondisi perlambatan ekonomi di tingkat global, Kemenperin optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4 persen pada tahun 2019. Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, di antaranya industri makanan dan minuman (9,86%), permesinan (7%), tekstil dan pakaian jadi (5,61%), serta kulit barang dari kulit dan alas kaki (5,40%). (mar)