Tontowi Ahamad

Kastara.ID, Jakarta – Usai menyampaikan pengunduran diri ke PBSI terhitung Senin, 18 Mei 2020, Tontowi Ahmad berharap para juniornya dapat melanjutkan perjuangan dengan mencetak prestasi untuk Indonesia. Tontowi bersama Liliyana Natsir merupakan salah satu ganda campuran terbaik Indonesia.

Mereka telah menyumbang banyak gelar bergengsi seperti tiga gelar hat-trick di All England 2012, 2013 dan 2014, gelar juara dunia tahun 2013. Puncaknya adalah raihan emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Pada tahun 2017, Tontowi/Liliyana kembali merebut gelar juara dunia.

“Memutuskan untuk pensiun itu rasanya campur aduk. Saya sudah lama menjalani hidup sebagai atlet bulutangkis. Di satu sisi lega karena ada waktu buat keluarga, tapi ada rasa kangen mau main badminton lagi,” kata Tontowi seperti dilansir Badmintonindonesia.org.

“Mudah-mudahan apa yang saya dan cik Butet (Liliyana) capai bisa jadi motivasi untuk para pemain muda. Dan yang penting itu, harus punya mindset seorang juara yaitu jangan pernah puas. Sekarang juara, besok kejar gelar lagi. Kalau ada target, latihan juga jadi lebih semangat,” ungkap Tontowi.

Jika mantan pasangan mainnya, Liliyana, kini tengah sibuk berbisnis, Tontowi mengatakan masih belum tahu apa yang akan ia akan mengikuti jejak Liliyana usai pensiun. Rencana berbisnis memang ada, namun saat ini Tontowi lebih ingin menghabiskan waktu dengan keluarganya karena selama menjadi pemain, ia tak punya banyak waktu untuk sang istri, Michelle Harminc dan kedua putranya, Danish Arsenio Ahmad dan Arsya Alfarezel Ahmad.

“Kalau bisnis pasti ada rencana ke sana, tapi saya masih pelan-pelan belajar berbisnis. Sekarang mau habiskan waktu sama keluarga dulu. Sebelum wabah Corona, ada rencana liburan sama keluarga karena dari dulu nggak pernah punya waktu liburan,” ujar Tontowi.

“Maunya ke Austria, kampungnya istri saya, kan saya belum pernah ke sana juga. Saya juga mau ajak keluarga ke Birmingham (Inggris), mau tunjukkan ke anak-anak saya kalau papanya pernah juara All England di sana,” lanjut pemain asal PB Djarum ini.

Tontowi mengakui jika hingga saat ini secara tak sadar ia masih merindukan suasana bertanding. Tak jarang di tengah tidurnya ia terbangun dan merasakan ketegangan seolah hendak bertanding di partai final. Ia pun bertanya kepada Liliyana apakah mantan pasangannya tersebut pernah mengalami hal yang sama.

“Ternyata cik Butet nggak pernah mengalami, jadi mungkin tiap pemain beda-beda ya, ha ha ha. Tapi yang pasti momen juara itu kan hal terbaik dalam hidup saya, saya bisa mewujudkan cita-cita saya dan orang tua saya yang mau anaknya dapat emas olimpiade, juara dunia, juara All England, saya bersyukur bisa membuat keluarga saya bangga,” beber Tontowi.

Deretan gelar bergengsi membuat Tontowi mengaku cukup puas atas capaiannya selama menjadi pebulutangkis elit. Hingga akhir kariernya, Tontowi mengaku tak ada gelar yang membuatnya penasaran, meski ia belum berhasil mendapatkan emas Asian Games.

Pada Asian Games 2014 di Incheon, Tontowi/Liliyana meraih medali perak, sedangkan pada Asian Games 2018 di negeri sendiri, pasangan ini mempersembahkan medali perunggu.

“Nggak ada yang bikin penasaran, nggak apa-apa belum rezeki dapat emas Asian Games, tapi kan sudah dapat emas olimpiade yang levelnya lebih tinggi. Saya tetap bersyukur,” kata Tontowi.

Tontowi juga bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang berpengaruh dalam perkembangan kariernya seperti Liliyana dan pelatihnya, Richard Mainaky. Begitu banyak kenangan bersama orang-orang terdekatnya, juga dengan teman-temannya sesama pemain bulutangkis seperti Mohammad Ahsan dan Praveen Jordan.

“Memang saya banyak belajar dari cik Butet, prinsipnya dia itu kalau sekarang juara, besok bukan juara lagi, kita harus selalu mengejar gelar. Kalau kak Richard sih semua tahu ya, beliau adalah pelatih bertalenta, saya bahkan sering memanggilnya Suhu,” ujar Tontowi.

Momen emas di Olimpiade Rio 2016 dikatakan Tontowi sebagai momen terberat sekaligus terindah dalam kariernya. Sebelum merebut emas, Tontowi mengatakan bahwa perjuangannya begitu luar biasa, mulai dari latihan hingga malam hari, tidak bisa pulang ke rumah dan harus tinggal di asrama, sampai kendala non teknis bersama Liliyana.

Namun ia dan Liliyana ternyata berhasil mengatasi segala kesulitan yang ada dan membalikkan kenyataan pahit tanpa medali di Olimpiade London 2012 menjadi sukses besar dengan kepingan emas di Olimpiade Rio 2016. (tra)