Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI membolehkan rektor UI merangkap jabatan. Rektor UI hanya dilarang merangkap jabatan menjadi direksi BUMN/BUMD/Swasta.

Tentang Statuta UI tersebut mendapat perhatian Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga yang disampaikan kepada Kastara.ID, Selasa (20/7) petang.

Disebutkan Jamil, dengan rangkap jabatan, maka konsentrasi rektor UI dalam memajukan kampusnya akan terpecah. Rektor UI akan membagi tenaga dan pikirannya minimal untuk dua lembaga.

Dengan terpecahnya konsentrasi rektor, maka dikhawatirkan kemajuan akademik kampus UI akan tersendat. “Sekarang saja, peringkat kampus UI di dunia internasional tercecer. Kecenderungan ini diperkirakan akan semakin tercecer bila rektor UI merangkap jabatan,” papar Jamil.

Di internal UI, terutama petingginya, dikhawatirkan akan bekerja setengah hati. Mereka, imbuh Jamil, berpikir tak ada gunanya bekerja maksimal karena rektornya sendiri tak sepenuh hati memajukan kampusnya.

“Paling berbahaya bila hal itu menjalar pada dosen-dosen UI. Mereka bisa saja berubah haluan dari sebelumnya konsen di jalur jabatan fungsional beralih mencari proyek di luar. Kalau ini terjadi, maka dosen UI bukan dosen luar biasa, tapi dosen biasa di luar,” terang mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini.

Kalau itu terjadi, maka kegiatan akademis di UI akan terganggu. Hal ini akan berimbas makin merosotnya peringkat UI di dunia internasional.

Jamil menambahkan, di eksternal UI, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN) lainnya, tentu akan meminta perlakuan yang sama. “Mereka akan menuntut agar rektornya juga diperbolehkan rangkap jabatan,” imbuhnya.

Kalau hal itu juga dipenuhi pemerintah, maka akan berdampak pada kinerja akademik petinggi PTN dan para dosennya. Hal ini berpeluang menurunkan kualitas akademis PTN secara keseluruhan.

“Sungguh berbahaya bila kualitas akademik PTN merosot. Sebab selama ini PTN masih dianggap yang paling mampu menjaga kualitas akademik. Karena itu, kalau kualitas akademik PTN jeblok, maka hancurlah dunia akademik di tanah air,” ungkap Jamil.

Sebelum hal itu terjadi, sebaiknya pemerintah mencabut peraturan pemerintah yang membolehkan rektor menjabat rangkap. “Hal itu diperlukan agar tenaga dan pikiran rektor sepenuhnya dapat dicurakan untuk memajukan dunia akademik kampus di Indonesia,” pungkasnya. (dwi)