Akal Sehat

Oleh: Al-Zastrouw

Tak banyak lelucon dalam obat, tetapi dalam lelucon ada banyak obat” (John Billings)

Akkhir-akhir ini muncul berbagai memedan status lucu di medsos dengan kadar humor yang sangat tinggi. Terutama sejak Setya Novanto (Setnov) menjadi tersangka kasus korupsi e-KTP.

Sebenarnya humor di medsos terkait dengan Setnov sudah muncul sejak isu suap Freeport menjadi wacana publik yang kemudian memunculkan istilah “papa minta saham“. Kemudian naik lagi ketika Ketua DPR dan sekaligus juga Ketum DPP Partai Golkar itu berbaring sakit di RS, berbarengan dengan panggilan pemeriksaan dari KPK

Pasca kecelakaan mobil yang menimpa Setnov, muncul status humor yang masif dan kreatif. Dua hari terakhir hampir semua laman medsos dipenuhi oleh meme dan status humor tentang politisi tersebut.

Dalam jagad dunia maya sebenarnya tak hanya Setnov yang menjadi sasaran humor para nitizen, bahkan sekelas Presiden RI, Bpk Joko Widodo juga dijadikan sasaran humor di medsos.

Yang menarik, tidak hanya para pejabat dan piblik figur, berbagai isu agama yang rentan memunculkan perdebatan dan konflik pun mulai ditanggapi nitizen dengan cara humor, sehingga melahirkan meme dan status yang lucu dan menggelikan.

Ada beberapa hal yang bisa dicatat dari fenomena meningkatnya humor di medsos ini. Pertama, ada indikasi para warga dunia maya mulai cape dengan fitnah, caci maki, dan permusuhan yang ternyata hanya melahirkan ketegangan. Hidup menjadi tidak nyaman, penuh prasangka dan curiga, terkotak kotak, dan sempit.

Mereka mulai membutuhkan suasana santai dan lapang agar bisa menikmati hidup tenang dan nyaman, lepas dari berbagai ketegangan dan permusuhan. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan humor, karena humor tidak hanya mampu meleburkan sekat tetapi juga bisa menjadi kanalisasi atas berbagai tekanan emosi.

Sebagaimana dinyatakan Dr. Madan Kataria, humor bisa menjadi terapi psikologis karena ketika seseorang tertawa maka akan bisa menimbulkan hormon anti stres.

Kedua, memcerminkan bahwa masyarakat kita, khususnya warga dunia maya, memiliki derajad kreativitas yang tinggi sehingga mampu menyampaikan kritik dengan cara yg lucu dan menyenangkan. Bahkan bisa mengubah dan mengepressikan perasaan sakit hati dan kebencian melalui humor yang menyegarkan.

Ini bukan persoalan mudah, karena tidak hanya diperlukan kreativitas yang tinggi tetapi juga dituntut kemampuan mengendalikan emosi yang kuat agar tetap bisa menjaga akal sehat.

Artinya orang yg memiliki sense humor tinggi adalah orang yg kreatif. Karena, sebagaimana dinyatakan Robert Allan Black, humor merupakan cara efektif membangkitkan imaginasi dan daya kreatif.

Ketiga, maraknya humor di medsos dalam menanggapi berbagai kasus yang terjadi di negeri ini mencerminkan masih digunakannya cara kultural tradisonal yang sarat dengan kearifan. Secara kultural humor merupakan mekanisme menyampaikan kritik dan protes di kalangan masyarakat nusantara. Hal ini terlihat adanya unsur humor dalam berbagai mitos legenda, folklores, dan cerita-cerita rakyat yang dimiliki masyarakat.

Tradisi humor ini bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dengan dunia pesantren. Para santri dan kyai selalu menggunakan humor sebagai sarana menyampaikan dan mengajarkan pesan agama.

Hal ini dilakukan agar pesan-pesan agama bisa diterima dengan mudah dan penuh suka cita. Sehingga agama tidak dirasakan menjadi beban dan ancaman yang menakutkan atau penjara yang menyesakkan.

Tradisi humor di pesantren biasanya dilakukan dengan cara gojlokan, saling meledek antar santri.  Ini dimaksudkan untuk melatih mentertawakan diri sendiri sebagai sarana pengendalian diri agar tidak mudah marah dan tersinggung, sabar menghadapi cobaan dan hinaan.

Model klasik humor adalah berbagai cerita Abu Nawas yang kritis dan sarkastik namun tetap lucu dan menggelitik. Kisah-kisah sufi yang pemuh humor namun penuh makna merupakan bukti penggunaan humor sebagai metode penanaman nilai dan pembetukan karakter di kalangan pesantren

Inilah yang menyebabkan para kyai dan muballigh pesantren memiliki ketrampilan dan sense of homor yang tinggi ketika menyampaikan pesan agama. Dari sini bisa dipahami kalau sosok almaghfurlah Gus Dur yang dibesarkan dalam tradisi pesantren memiliki sense of humor  tinggi.

Apa yang terjadi menunjukkan bahwa humor tidak saja memiliki fungsi psikologis, tetapi juga fungsi sosial. Karena selain bisa merangsang tumbuhnya kreatifitas dan sarana terapi psikologis, humor juga bisa menjadi sarana menyampaikan kritik yang efektif dan akurat.

Untuk melihat peran humor dalam aspek sosial dan psikologi, bisa dilihat gagasan Sigmund Freud yang membagi humor dalam tiga kategori: pertama comic yaitu tindakan lucu dan menimbulkan tawa tanpa ada motivasi. Hanya sekedar melucu; kedua, humour yaitu guyonan yang mengandung motivasi kritik, sarkas dan sejenisnya; ketiga wit, humor intelek. Humor jenis ini memerlukan pemikiran unt tertawa dan menemukan kelucuannya.

Di tengah suasana kebangsaan yang diwarnai berbagai ketegangan sehingga rawan terjebak dalam konflik ada baiknya kita terus menjaga sensitivitas humor agar bisa memproduksi humor yang bisa memancing tawa. Karena inilah cara efektif menjaga akal sehat di tengah kegilaan zaman. Dan humor juga merupakan cara sehat dan indah menghindari kegalauan menghadapi situasi politik yang makin lucu tapi kadang tidak menyenangkan. (*)