Kastara.id, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) dengan tegas membantah pernyataan Ketua Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB Dr Suryo Wiyono, Senin (19/12), bahwa padi Hibrida yang dimasukkan oleh Pemerintah melalui Kementan mengandung bakteri Burkholderia Glumae. Bakteri ini sudah menyebar hampir di seluruh persawahan di Pulau Jawa. Menurut Suryo, bakteri tersebut membuat padi tidak berisi dan membusuk.

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Humas dan Informasi Kementan Agung Hendriadi mengatakan pernyataan di atas sangat keliru. Alasannya karena yakni pertama, penelitian yang dilakukan pakar IPB Dr. Suryo Wiyono hanya dilakukan di dua lokasi yakni Kabupaten Tegal dan Blitar. “Artinya hasil penelitiannya Dr. Suryo Wiyono tidak mewakili karena padi hibrida ditanam di banyak tempat, ada Kalimantan, Sumatera, Jawa, NTB, dan Sulawesi yang mempunyai produktivitas tinggi hingga 13 ton/ha,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (20/12).

Kedua, lanjut Agung, total pertanaman hibrida hanya nol koma sekian persen total pertanaman padi Indonesia. “Jadi, pernyataan Dr Suryo Wiyono bahwa bakteri itu menyebar seluruh Pulau Jawa sangat tidak tepat sehingga meresahkan masyarakat,” ujarnya.

Ketiga, dalam buku juknis organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan bahwa bakteri Burkholderia Glumae bukan merupakan Major Desease padi di Indonesia, sehingga belum pernah ada puso akibat bakteri tersebut.

Kepala Balai Besar Penelitian Padi Muhamad Ismail mengakui bakteri Burkholderia Glumae memang sudah lama ada di Indonesia sejak tahun 1987 dan merupakan bakteri tupe A2 yang dapat dikendalikan. Sudah 30 tahun dan tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Sehingga bukan baru ditemukan berdaasarkan hasil penelitian Dr. Suryo Wiyono. Selama rentang waktu tersebut, keberadaan bakteri Burkholderia Glumae belum pernah ada kejadian yang mengakibatkan gagal panen (puso). “Walau ada serangan tapi tidak ganggu produksi,” kata Ismail.

Sementara Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Ibrahim Saragih, menegaskan pengembangan benih padi hibrida di Indonesia telah memberikan hasil yang bagus yakni 14 ton/ha. Kebijakan ke depan sesuai arahan Dirjen Tanaman Pangan, impor benih padi hibrida sementara distop. “Ini untuk dorong produksi dan pemanfaatan benih hibrida nasional seperti HIPA dan benih asal impor yang sudah diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.

Sesuai ketentuan Tim Penilai Pelepassn Varietas (TP2V), impor benih hibrida untuk satu varietas hanya diijinkan tiga tahun, selebihnya harus sudah diproduksi dalam negeri. Contoh benih hibrida yang sudah diproduksi dalam negeri adalah Sembada B9, Sembada 189, dan Mapan B02 yang mempunyai provitas 12-13 ton/ha dan disukai petani pada beberapa lokasi. (nad)