Tenaga Kerja

Kastara.ID, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan menjadi sasaran utama kebijakan pemerintah melalui peningkatan produktivitas sebagai tujuan pembangunan. Produktivitas dipandang sebagai indikator penting dalam pembangunan nasional.

“Produktivitas menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah Indonesia. Hal ini tercermin dengan masuknya program peningkatan produktivitas dalam Nawacita yang digaungkan pemerintah periode 2014-2019,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas  (Dirjen Binalattas) Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono pada “Publikasi dan Bedah Buku Hasil Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2018” di Jakarta, Kamis (20/12).

Menurut Bambang, sebagai salah satu agenda utama pemerintah, pengukuran produktivitas menjadi hal penting dilakukan untuk melihat efisiensi proses produksi yang telah dilakukan dalam menghasilkan output.

“Pengukuran dilakukan dengan membandingkan output yang dihasilkan dengan input yang digunakan untuk memproduksi output berupa barang dan jasa. Faktor input dalam proses produksi dapat berupa bahan baku, tenaga kerja, mesin, metoda, serta modal,“  katanya.

Bambang mengungkapkan pihaknya (Direktorat Bina Produktivitas) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik telah melakukan pengukuran produktivitas parsial dengan melibatkan salah satu faktor input yakni tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan data yang tersedia.

Dirjen Binalattas berharap dengan mengukur tingkat produktivitas tenaga kerja, maka akan diperoleh gambaran kondisi dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) negara dalam mewujudkan cita-cita pembangunan serta dapat melihat sejauh mana kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Jika kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi rendah, maka diperlukan adanya pembenahan dan inovasi di bidang ketenagakerjaan,“ katanya.

Bambang Satrio Lelono pun berharap adanya Buku Hasil Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Tahun 2018 ini dapat digunakan sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan program-program pembangunan pada tingkat Nasional, Regional dan Sektoral agar terarah dan tepat sasaran. “Terutama di bidang ketenagakerjaan di era digitalisasi 4.0,” kata Satrio.

Berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), index daya saing global Indonesia pada tahun 2018 naik ke peringkat 45 dari peringkat 47. Peningkatan daya saing tersebut diukur dengan 12 pilar. Yaitu kualitas institusi, infrastruktur, kondisi makro ekonomi, pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, pelatihan dan pendidikan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, penerapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi.

“Ukuran-ukuran tersebut dapat diperbaiki dan ditingkatkan apabila kita peduli terhadap peningkatan produktivitas. Baik di kalangan institusi pemerintahan, dunia usaha, dunia pendidikan/profesi maupun di masyarakat,” kata Satrio.

Selain itu, selama tahun 2011-2017 produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2017, produktivitas tenaga kerja di Indonesia tumbuh sebesar 2,89 persen, lebih cepat jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 1,85 persen. “Hal ini menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja di Indonesia semakin baik,” jelas Satrio.

Begitu pula dengan pola produktivitas jam kerja yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2017 produktivitas jam kerja nasional sebesar Rp 39.355,00 per jam per tenaga kerja. Meningkat dari Rp 38.177,00 per jam per tenaga kerja pada tahun 2016. “Peningkatan ini mengindikasikan efisiensi penggunaan jam kerja oleh tenaga kerja yang semakin baik,” ujarnya.

Meskipun secara global daya saing Indonesia meningkat, di tingkat ASEAN Indonesia masih kalah dari beberapa negara ASEAN lain. Daya saing Indonesia masih berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Indonesia hanya unggul dari Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, serta Laos. (mar)