Dewa Ruci

Oleh: Jaya Suprana

DI saat menatap bintang-bintang kelap-kelip di angkasa pada malam hari maka saya sadar bahwa sedang memandang Jagad Gede atau makrokosmos alias semesta yang besar tak kenal batas maksimal.

Di saat menatap batu-batu bergelimpangan di permukaan bumi di siang hari maka saya sadar bahwa sedang memandang benda-benda terdiri dari atom yang terdiri dari proton, elektron dan neutron sebagai bagian dari Jagad Cilik alias mikrokosmos atau semesta yang kecil tak kenal batas minimal.

Pada saat menatap bintang di angkasa serta batu di marcapada saya dibawa ke alam kearifan Jagad Gede Jagad Cilik yang tersirat pada kisah Dewa Ruci.

Ketakterhinggaan Jagad Gede maupun Jagad Cilik menyadarkan saya bahwa diri saya hanya sesosok mahluk hidup yang tidak berdaya maka sama sekali tidak berarti di alam semesta yang tak terhingga besarnya sekaligus kecilnya itu atau ini. Alam semesta yang tak terhingga besar sekaligus kecilsama sekali tidak terpengaruh oleh keberadaan maupun kebertidakadaan pribadi saya yang sama sekali tidak bermakna bagi alam semesta.

Saya sakit atau pingsan bahkan mati pun sama sekali tidak ada pengaruh sedikit pun bagi makroskosmos maupun mikrokosmos. Saya mati, bumi tetap mengitari matahari di galaksi Bima Sakti sementara elektron tetap mengitari proton dan neutron pada setiap atom di planet bumi.

Segenap ihwal yang terjadi pada Jagad Gede maupun Jagad Cilik pada hakikatnya senantiasa menyadarkan saya untuk niscaya ojo dumeh  dan eling lan waspodo dalam menunaikan jihad al nafs demi menaklukkan hawa nafsu angkara murka diri saya sendiri.

Sebagai kendali diri sendiri agar senantiasa arif dan bijak penuh kerendahan hati manunggaling kawula gusti dalam menempuh perjalanan hidup sarat kemelut deru campur debu berpercik keringat air mata dan darah di planet bumi yang hanya sebutir pasir kecil di tengah jutaan benda angkasa yang mengembara di universe yang bahkan kini diyakini adalah multiverse. (*)