Brimob

Kastara.ID, Depok – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin mengatakan, Polri juga harus beradaptasi dengan delapan area perubahan reformasi birokrasi. Karena itu, mantan Wakapolri ini mendorong Korps Brimob agar terus mengembangkan kompetensi. Hal itu diperlukan mengingat ancaman di era modern ini bukan lagi soal pertahanan, tetapi juga tantangan ideologis, persaingan sumber daya alam dan manusia, serta penguasaan teknologi.

Hal itu dikatakan Menteri Syafruddin dalam Sarasehan Korps Brimob Polri di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (21/2). “Brimob harus beradaptasi pada delapan area perubahan itu, agar makin dinamis dan mekanistik. Sebagaimana kebutuhan tipikal organisasi dalam konsepsi kepolisian modern Brimob sebagai Police Paramilitary Unit,” ujarnya.

Menteri yang juga pernah menjabat Wakapolri ini mengungkapkan, reformasi internal Polri berjalan pada aspek kultural, struktural, dan instrumental. Tetapi reformasi birokrasi berjalan pada delapan area perubahan, yaitu pelayanan publik, pengawasan, akuntabilitas, kelembagaan, tata laksana, SDM aparatur, peraturan, dan manajemen perubahan.

Aspek pelayanan publik yang diberikan Korps Brimob adalah dengan hadir memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dikatakan, di masa depan Brimob akan kental dengan teknik operasional yang dikombinasikan dengan teknologi, praktik kemiliteran, serta persenjatan berat.

Dalam sarasehan yang dihadiri Wakapolri Komjen Ari Dono Sukmanto dan Komandan Korps Brimob Irjen Ilham Salahudin, Syafruddin menegaskan bahwa SDM yang ada di pasukan khusus Polri ini juga harus meningkatkan kapasitas dan kemampuannya.

“Saya punya catatan khusus bahwa peradaban di Indonesia, urbanisasi dan ekonomi global merangsang tumbuhnya infrastruktur perkotaan, yang mengubah desain tipografi area tugas seperti di pegunungan, hutan tropis, perkotaan, dan lainnya,” jelas Syafruddin.

Peningkatan SDM di pasukan militer milik Polri ini juga tak lepas dari penguasaan teknologi untuk semua kegiatan kepolisian. Di era kejahatan yang semakin berkembang, Brimob membutuhkan infrastruktur teknologi dan personel yang mumpuni.

Penguatan kapasitas nasional pada bidang teknologi untuk penanganan terorisme misalnya, belum sepenuhnya meningkat. “Sedangkan pola, modus, metode, dan peralatan yang digunakan pelaku semakin canggih dan kompleks,” imbuhnya.

Modernisasi teknologi pada Brimob harus sejalan dengan kebijakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) atau e-government. Idealnya, perlu ada integrasi sumber daya dan perangkat teknologi informasi yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga.

Syafruddin juga mengapresiasi kesungguhan Polri yang menciptakan berbagai program berbasis teknologi yang aplikatif belakangan ini. Hal penting dari penggunaan teknologi dalam sistem kepolisian adalah harus terkoneksi antar fungsi, satuan kerja, dan antar instansi.

Di berbagai polda, sudah banyak program kerja polri yang berbasis teknologi. Beberapa program tersebut di antaranya adalah pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) Online, panic button, serta aplikasi dalam smartphone seperti Polisiku. “Karena itu, perbaikan dan pemanfaatan SPBE dapat membantu efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas kinerja di era milenial,” pungkasnya. (rya)