Tri Rismaharini

Kastara.ID, Jakarta – Nadiem Anwar Makarim jadi salah satu menteri yang paling layak di-reshuffle. Selain memang tidak ada prestasi yang menonjol, ia juga terlihat tidak mampu mengontrol kementerian yang dipimpinnya.

Demikian diungkapkan Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga kepada Kastara.ID, Rabu (21/4) siang.

“Beberapa bukti terkait hal itu terlihat dari tiga kasus yang terjadi belakangan ini. Hal ini tentu mencoreng Jokowi, yang dalam hampir setiap kesempatan selalu berbicara Pancasila,” ujar pengamat yang kerap disapa Jamil ini.

Pertama, hilang atau tidak adanya frase agama dalam draft atau rancangan Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN). Hal ini tentu fatal mengingat ideologi negara Indonesia adalah Pancasila, di mana sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Sebagai menteri, Nadiem tidak sensitif sehingga frase agama bisa tidak muncul dalam draft PJPN. Hal ini tentu sulit dimengerti,” ulas Jamil.

Kedua, tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Hal ini, imbuh Jamil, juga sulit diterima nalar mengingat Pancasila dan Bahasa Indonesia menjadi hal fundamental bagi Indonesia. “Di sini terkesan Nadiem tidak memahami hal itu sehingga ceroboh meloloskan PP tanpa memasukkan Pancasila dan Bahasa Indonesia,” jelas penulis buku Perang Bush Memburu Osama ini.

Ketiga, hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan pahlawan nasional KH Hasyim Asyari dari buku atau kamus sejarah online yang diterbitkan dan dikelola Direktorat Sejarah, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.

“Hilangnya nama pendiiri NU juga tak jelas sebab musababnya. Di sini makin menguatkan dugaan bahwa Nadiem tak punya kendali yang kuat di Kemendikbud,” sorot pengajar Metode Penelitian Komunikasi ini.

Karena itu, pantas diduga Nadiem tak cukup mengakar di kementerian yang dipimpinnya. Leadership Nadiem tak memadai untuk membawa Kemendikbud mewujudkan pendidikan nasional.

Menurut mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini, sudah selayaknya Nadiem di-reshuffle agar tidak terus-menerus menjadi beban presiden. Untuk itu, sebaiknya posisi Kemendikbudristek diisi tokoh pendidikan dari Muhammadiyah. “Suka tidak suka, Muhammadiyah termasuk terbaik dalam mengelola pendidikan di tanah air. Hal itu juga sudah dibuktikan saat Kemendikbud diisi tokoh pendidikan dari Muhammadiyah,” pungkas Jamil. (jie)