Kastara.ID, Jakarta – Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri resmi mengumumkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024.

Penunjukan Ganjar Pranowo itu mendapat sorotan dari M Jamiluddin Ritonga, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jakarta, kepada Kastara.ID, Jumat (21/4) siang.

Menurutnya, pengumuman Megawati itu mengakhiri spekulasi Puan Maharani sebagai capres yang akan diusung PDIP. Hal itu juga mengakhiri Kubu Puan dan Kubu Ganjar di internal PDIP.

“Megawati rupanya tetap memilih capres berdasarkan elektabilitas. Padahal selama ini petinggi PDIP kerap menyatakan eletabilitas tidak menjadi faktor utama untuk memutuskan capres dari PDIP,” jelas Jamil.

Bahkan, Sekjen PDIP Hasto kerap menyatakan, partainya tidak akan mengusung calon hanya berdasarkan elektoral dan pencitraan. Pernyataan itu rupanya tidak terbukti sama sekali.

“Suka tidak suka, Ganjar sosok yang dibesarkan oleh medsos. Berbekal medsos Ganjar mengumbar pencitraan. Hal itu juga pernah dikritik Puan dan petinggi PDIP lainnya,” papar Jamil lagi.

Jadi, PDIP rupanya tidak berbeda dengan partai lain yang menggunakan elektoral sebagai tolok ukur utama sebagai capres. Elektoral yang diperoleh Ganjar itu juga dominan hasil dari pencitraan, bukan kinerjanya.

“Ganjar selama dua periode menjabat Gubernur Jawa Tengah belum terdengar prestasinya yang monumental. Kinerja Ganjar hanya datar saja,” tandas pengamat yang juga mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta.

Bahkan, lanjutnya, belum terdengar prestasinya yang diakui dunia internasional. Hal ini menguatkan pemilihan Ganjar sebagai cawapres lebih dominan karena elektoral dari hasil pencitraan.

Hal itu kiranya akan mengulang Pilpres 2014 dan 2019, di mana rakyat harus memilih capres hasil pencitraan. “Karena itu, kalau Ganjar menang, sudah terbayang kinerjanya yang tidak akan jauh beda dengan pemimpin yang dihasilkan 2014 dan 2019,” pungkas Jamil. (dwi)