Budaya Bahari

Kastara.id, Cirebon – Dewan Perwakilan Daerah RI mengadakan Fokus Group Discussion dengan tema Membangun Budaya Nasional Berbasis Bahari di Keraton Kasepuhan Cirebon Jawa Barat, Sabtu (22/7). Pada kesempatan tersebut hadir Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Sultan Sepuh Cirebon Pangeran Radja Adipati Arief Natadiningrat, anggota DPR RI, sejarawan Anhar Gonggong, tokoh budaya, akademisi, tokoh masyarakat dan tokoh Forum Silaturahmi Keraton Nusantara.

Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono memaparkan bahwa dalam membangun sebuah negara perlu membangun melalui dua basis yaitu basis karakter manusia dan kewilayahan. “Membangun negara perlu membangun basis manusia yang berada pada kearifan lokal. Kemudian basis kedua geografi atau wilayah menyangkut juga geopolitik dan geostrategi,” ujar Nono.

Berkaitan dengan budaya bahari, saat ini DPD RI sudah menyusun RUU Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan sudah diparipurnakan untuk diserahkan ke DPR dan disahkan menjadi undang-undang. Hal tersebut selaras dengan keinginan DPD RI dalam memperkuat dan memperkokoh ketahanan budaya menjadi ciri khas bangsa.

“Ada tiga alasan mengapa DPD RI berinisiasi menyusun RUU perlindungan hak masyarakat adat, pertama, karena ada kekosongan payung hukum hak-hak masyarakat adat dan ulayat. Kedua, karena kepentingan ekonomi, dan ketiga, memperkokoh budaya nasional. Kita sudah siap masukkan ke baleg untuk masuk prolegnas 2018-2019,” tukas Senator Maluku tersebut.

Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa perubahan kehidupan berbangsa pada era setelah reformasi mengubah tata nilai dan kultur budaya. “Ini terkait bagaimana memperkokoh budaya nasional yaitu budaya bahari. Jaman Bung Karno menyebutkan bahwa Indonesia adalah benua maritim laut yang ditaburi oleh pulau. Paradigma ini harus kita dengungkan lagi karena sudah sangat bias,” lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Sultan Sepuh Arif Natadiningrat mengapresiasi kegiatan FGD dengan tema bahari tersebut. Mengingat Keraton Cirebon adalah keraton yang berlokasi di pesisir sehingga cocok dengan tema tersebut.

“Budaya bahari kita luar biasa pada masa Sriwijaya, Majapahit. Budaya bahari adalah budaya kerja keras, gotong royong, terbuka menerima segala masukan, dan toleran. Saya harapkan melalui FGD ini budaya bahari yang luntur ini mampu kembali diangkat sebagai kekuatan dan energi bangsa ini,” jelas Sultan Sepuh ini.

Senada dengan hal tersebut, sejarawan Anhar Gonggong menyatakan bahwa Indonesia ini dibangun oleh anak-anak muda terdidik dan tercerahkan. Beliau juga mengungkapkan bahwa fakta sejarah wilayah kerajaan-kerajaan di seluruh dunia juga berada di pesisir.

“Bagaimana kita kembali menyatakan bahwa laut tidak memisahkan justru penyambung dan pemersatu dan masa depan kita ada di laut,” tutur sejarawan itu.

Lain hal dengan itu, Guru Besar Ilmu Sejarah UGM Bambang Purwanto yang menyampaikan bahwa jangan hanya bisa mengartikan budaya bahari hanya laut yang menjadi objek utama.

“Kita jangan hanya memonopoli istilah bahari adalah budaya laut, tapi lebih mengartikan bahari adalah air, karena wilayah kita juga ada pesisir, daratan, dan air yang di daratan, semua itu budaya kita,” pungkasnya. (danu)