Amandemen

Oleh: Tony Rosyid

AMANDEMEN UU 1945, sudah beberapa kali terjadi. UUD 1945 bukan kitab suci, kata Bambang Soesatyo, Ketua MPR. Karena itu, bisa diubah dan tak perlu tabu. Kita semua tahu, Bamsoet, panggilan akrab ketua MPR ini adalah inisiator, orang yang paling awal dan paling getol usulkan presiden tiga periode. Entah apa agenda di balik itu, yang pasti semangat itu nampaknya belum surut hingga hari ini.

DPR terbelah terkait hal ini. Dua fraksi mendukung Amandemen yaitu PKB dan PPP. Enam fraksi menolak yaitu PKS, Demokrat, Nasdem, Gerindra, Golkar, dan PAN.

Dua faksi yang berseberangan ini perlu tulisan sendiri untuk membedahnya. Terutama alasan mengapa PKB dan PPP setuju, ini menarik untuk dianalisis kepentingan politiknya di balik dukungan itu. Tepatnya, ada hal menarik di balik manuver partai-partai ini.

Ditolaknya amandemen UUD 1945 saat ini karena dua alasan. Pertama, alasan normatif. Karena Indonesia sedang fokus hadapi pandemi. Amandemen UUD 1945 bisa membuat pemerintah gagal fokus.

Ini argumen normatif, halus dan santun. Biasanya, argumen macam ini hanya basa-basi. Bukan argumen yang sesungguhnya. Argumen semacam ini oleh penguasa dianggap sopan, dan oleh rakyat dianggap rasional.

Kedua, argumen substansi. Ada kekhawatiran yang amat serius bahwa amandemen akan dijadikan pintu masuk untuk mengubah masa jabatan presiden. Selama ini, wacana presiden tiga periode atau pemilu diundur 2027 kencang sekali. Ada banyak informasi bahwa ini bukan sekedar wacana dan main-main, tapi ini agenda besar yang telah dipersiapkan dengan matang. Ada pihak-pihak yang ngotot dengan agenda ini untuk menjaga kepentingannya di dalam kekuasaan.

Salah seorang ketua umum partai bicara ke saya, jika agenda ini dipaksakan akan berpotensi memicu kegaduhan nasional. Karena jelas-jelas bertentangan dengan aspirasi rakyat.

Rakyat mendukung sikap enam partai yang menolak amandemen saat ini. Bukan amandemennya, tapi agenda dibalik amandemen itu yang harus diwaspadai. Meski narasinya “amandemen terbatas”, tapi tak ada yang menjamin akan betul-betul terbatas. Ini bisa liar.

Sejumlah survei menunjukkan bahwa mayoritas rakyat menolak presiden tiga periode. Ini sama dengan pendapat presiden Jokowi itu sendiri, menolak jabatan presiden tiga periode. Klop! Presiden Jokowi dan rakyat kompak.

Jadi, kalau ada pihak-pihak yang memaksakan tiga periode hanya akan mengundang banyak masalah. Ini sikap tidak rasional dan berbahaya.

Tapi, semua akan tetap bergantung ke dua pihak. Pertama, ke ketua umum PDIP. Dan kedua, ke presiden Jokowi itu sendiri. Kalau kedua orang ini setuju amandemen, siapa yang bisa menghalangi?

Jika amandemen UUD 1945 disetujui, maka lobi dan negosiasi terkait presiden tiga periode akan terbuka. Saat itulah rakyat boleh jadi akan menyaksikan nasib demokrasi kita yang semakin terpuruk. Reformasi pun akan secara sempurna kehilangan jejak spiritnya pasca KPK direvisi UU-nya. Kita berharap, kedua tokoh besar ini menolak amandemen, karena ini berpotensi memancing kegaduhan politik. Lebih baik bangsa ini fokus tuntaskan pandemi dan genjot pertumbuhan ekonomi. (*)

* Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.