Heritage Building Information Modeling (HBIM)

Kastara.ID, Jakarta – Dinas Kebudayaan DKI Jakarta akan menerapkan metode Building Information Modelling (BIM) pada semua bangunan cagar budaya di Jakarta. Penerapan BIM pada bangunan cagar budaya bertujuan untuk kepentingan pelestarian dengan cara memantau dan mengelola aset nilai penting bangunan melalui pemodelan tiga dimensi (3D).

Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana mengatakan, metode pemodelan bangunan ini telah digunakan secara luas dalam perencanaan bangunan baru serta manajemen aset saat ini.

Beberapa tahun terakhir, metode BIM mulai digunakan dalam dokumentasi bangunan cagar budaya yang dikenal dengan istilah Heritage Building Information Modeling (HBIM). Bahkan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, telah mewajibkan penggunaan BIM dalam pelaksanaan konstruksi bangunan yang padat teknologi dan padat modal.

“Tujuan dari HBIM adalah agar kita menjadi masyarakat yang memiliki peradaban, melestarikan dan memantau bangunan warisan budaya kita melalui model 3D. Model ini akan memuat unsur-unsur arsitektur bangunan cagar budaya dan juga informasi-informasi semantik lainnya,” ujarnya, Selasa (21/9).

Iwan menjelaskan, Indonesia adalah negara kaya akan warisan budaya yang menjadi daya tarik wisata, termasuk di dalamnya bangunan cagar budaya. Keberadaan cagar budaya memiliki arti penting baik dari sisi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, bahkan agama.

“Seiring dengan perkembangan waktu, pemahaman tentang arsip bangunan budaya menjadi satu bagian penting yang tidak terpisahkan menyesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi,” terangnya.

Menurutnya, pandemi COVID-19 justru bukan melambatkan teknologi informasi, kondisi ini seolah memaksa setiap orang untuk memahami perkembangan teknologi lebih cepat, demikian juga dalam mendukung perlindungan objek kebudayaan dan pelestarian cagar budaya melalui metode HBIM.

“Arsip bangunan budaya di DKI Jakarta kelola dengan lebih baik, semakin lengkap dari berbagai aspek. Termasuk, aspek geospasial seperti geocoding dan peta struktural kita juga jadikan prioritas,” ungkapnya.

Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, lanjut Iwan, juga memiliki tupoksi perlindungan, pengembangan serta pemanfaatan cagar budaya yang dapat dioptimalkan dengan upaya pendataan dan pendokumentasian cagar budaya.

“Secara teknis, pemindaian tiga dimensi atau 3D scanner pada bangunan cagar budaya dapat menggunakan media seperti kamera aksi (action cam) danĀ drone, atau teknologi pendokumentasian lainnya yang dapat menghasilkan format foto digital,” bebernya.

Ia menambahkan, penggunaan alat 3D scanner merupakan salah satu adaptasi terhadap pelestarian cagar budaya menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang canggih bersifat digital. Sehingga, untuk pendataan pendokumentasian bangunan cagar budaya lebih efektif dan simpel, tidak lagi mengukur bangunan eksisting secara manual.

Untuk itu, diperlukan alat-alat yang modern dan teknologi canggih agar waktu yang digunakan lebih singkat dengan tingkat keakuratan lebih baik, data lebih akurat dan bisa menyesuaikan untuk perkembangan lima sampai 10 tahun ke depan.

“Adaptasi dalam penggunaan teknologi ini menjadi suatu keniscayaan, sehingga upaya-upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan cagar budaya bisa dioptimalkan dalam penggunaan 3D scanner ini,” tandasnya. (hop)