Evariste Galois

Oleh: Jaya Suprana

AKIBAT terpesona bentuk-bentuk geometris beraroma matematikal pada seni rupa seperti yang fantastis digarap M.C. Escher, maka saya mengagumi dramatisme dan romantisme pada pemikiran Evariste Galois.

Matematika
Kesaktian Galois di bidang ilmu matematika mulai berkembang sejak tahun 1823 mulai mempelajari karya-karya pemikiran Adrien Marie Legendre tentang geometri serta Joseph-Louis Lagrange tentang aljabar di bawah bimbingan Louis Richard.

Sejak usia 14 tahun Galois sudah dihantui misteri “the impossibility of solving the general quintic equation by radicals“ yang tak kunjung terpecahkan selama 350 tahun. Sejak lama para matematikawan eksplisit menggunakan formula melibatkan langkah-langkah operasional rasional serta ekstrasi akar sebagai solusi ekuasi aljabariah maksimal degree empat, namun selalu gagal pada degree lima dan di atasnya.

Pada tahun 1770, Lagrange mengambil langkah nekad demi mendayagunakan roots of an equation sebagai obyek mandiri demi menelaah permutasi pada apa yang disebut sebagai akar-akar eguasi. Kemudian pada tahun 1799, pemikir Italia, Paolo Ruffini berupaya membuktikannya namun gagal. Pada tahun 1824, sang mahamatikawan Norwegia, Niels Abel berhasil membuktikannya.

Ekuasi
Terangsang oleh gagasan Lagrange meski sama sekali tidak mengenal pemikiran Abel, Galois sibuk mandiri mencari kondisi secukupnya yang dibutuhkan agar segenap ekuasi aljabariah pada tahap apapun dapat solved by radicals.  

Galois berkeyakinan bahwa untuk memecahkan masalah ekuasi kuintik dan di atasnya membutuhkan pendekatan dan penanganan yang sama sekali beda dengan ekuasi kuadratik, kubik dan lain-lainnya.

Meski menggunakan konsep grup maupun konsep coset dan subgroup namun Galois, yang meninggalkan dunia fana pada usia sangat muda (20 tahun!), tidak pernah menggunakan terminologi konsep apapun dan belum sempat mengonstruksi sebuah teori formal tentang pemikirannya.

Lintas Batas
Mohon dimaafkan, akibat kedangkalan pengetahuan tentang matematika, maka saya tidak berani mengalih-bahasakan beberapa terminologi matematika kelas langitan demi tidak terlalu gegabah makin menjerumuskan diri saya sendiri ke lembah kekeliruan.

Namun, keterbatasan pengetahuan tentang matematika tidak mengurangi kekaguman saya terhadap kelincahan serta keberanian pemikiran luar biasa jenial Evariste Galois melintas segenap batasan terminologi buatan manusia yang berusaha memisahkan matematika dari geometri, linguistik, seni-rupa, filsafat dan lain-lain istilah pengkotak-kotakkan, yang pada hakikatnya kesemuanya sebenarnya sama saja dalam sama-sama  merupakan karsa dan karya pemikiran manusia. (*)

* Penulis adalah pembelajar pemikiran manusia