Arist Merdeka Sirait

Kastara.ID, Jakarta – Pegawai honorer HL (49) yang dipercaya menjadi penjaga dan pengelola Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) Keluran Meruya Utara, Kembangan Jakarta Barat justru menjadi pelaku kejahatan seksual terhadap seorang anak berinsial AAL (14). Kasus persetubuhan itu telah merusak wajah dan keberadaan RPTRA Di DKI Jakarta.  Saat ini, status DKI Jakarta sebagai Kota Ramah Anak patut dipertanyakan.

Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menjelaskan bahwa pelaku saat ini sudah ditangkap dan ditahan di Polsek Kembangan. Menurutnya, pelaku HL sudah patut dikenakan ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU RI Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.

Namun jika terbukti dilakukan berulang kali dan korbannya lebih dari satu orang, maka tidak berlebihan pelaku dapat dikenakan dengan hukuman tambahan yakni kebiri (kastrasi) melalui suntik kimia.

“Hukuman tambahan itu dapat dilakukan setelah pelaku menjalani pidana pokok yang dijatuhkan oleh hakim,” demikian disampaikan Arist dalam keterangan persnya dari PN Surabaya, Jawa Timur.

“Sudah hampir dua tahun ini saya mengingatkan kepada semua warga yang memanfaatkan RPTRA sebagai tempat bermain anak, demikian juga kepada setiap pengelola RPTRA supaya meningkatkan kewaspadaan terhadap keberadaan orang yang menyukai kegiatan anak-anak dan yang terlibat dalam pengelolaan RPTRA,” imbaunya melanjutkan.

Arist kembali menuturkan, praktik kekerasan seksual bisa juga dilakukan oleh orang terdekat termasuk penjaga dan pengelola RPTRA atau kegiatan-kegiatan anak. Itu artinya orang terdekatlah yang menjadi predator atau monster kejahatan terhadap anak.

Atas kejadian yang menjijikkan ini, Komnas PA meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk segera melakukan evaluasi terhadap keberadaan dan fungsi RPTRA yang ada di DKI Jakarta. Peristiwa kejahatan seksual harus direspons cepat.

Masih dari pernyataannya, Anies Baswedan diharapkan wajib hadir untuk membenahi keberadaan RPTRA di DKI Jakarta termasuk evaluasi terhadap pengelola dan program-program RPTRA.

“Perlindungan bagi anak yang memanfaatkan keberadaan dan fasilitas RPTRA harus dipastikan steril atau bebas dari predator atau monster anak sehingga anak terjaga dan mendapat perlindungan,” katanya lagi.

Ia menambahkan, Gubernur DKI Jakarta tidak boleh cuek dan tutup mata terhadap peristiwa ini. Jangan menganggap persoalan anak bukan persoalan Gubernur. Anies Baswedan sebagai pemimpin umat termasuk anak-anak wajib memastikan hak anak terlindungi.

“Apalagi DKI Jakarta telah dinyatakan dan menyandang predikat dari pemerintah pusat sebagai Kota Layak Anak,” sambung Arist.

Dengan status itu, Komnas PA mendesak Gubernur DKI Jakarta untuk segera melakukan pembenahan seluruh pengelolah RPTRA di DKI Jakarta termasuk di Kepulauan Seribu. Jika tidak segera segera dibenahi, Komnas PA merekomendasi Status DKI Jakarta sebagai status kota ramah anak untuk segera dicabut.

“Atas kejadian ini Komnas Perlindungan Anak, Komnas Anak DKI Jakarta dan para pegiat perlindungan anak dan forum anak DKI  akan mendatangi Balai Kota untuk bertemu Gubernur DKI Jakarta untuk mengagendakan pertemuan evaluasi terhadap kejadian ini dan pengelolaan RPTRA dengan Wali Kota dan Dinas PPPA di masing-masing Kota Madya,” pungkasnya. (hop)