Rail Test B20

Kastara.ID, Jakarta – Hasil uji jalan penggunaan B20 (pencampuran biodiesel 20% pada bahan bakar) kereta api (rail test) selama 6 bulan yang dilakukan Kementerian ESDM bersama pihak terkait telah selesai dan memberikan hasil positif. Bahan bakar B20 terbukti dapat digunakan dengan aman pada lokomotif PT Kereta Api Indonesia (Persero).

Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana, saat memberikan sambutan pada Penutupan Uji Jalan dan Sosialisasi Hasil Kajian dan Uji Jalan Penggunaan B20 pada Kereta Api di Jakarta (20/12).

“Selama enam bulan kita lakukan uji jalan penggunaan bahan bakar B20. Hasilnya oke banget dilihat dari tiga hal, bahan bakarnya sendiri, performance-nya, kemudian materialnya yang selama ini selalu menjadi isu,” ungkap Rida.

Rida menuturkan, untuk kualitas bahan bakar, hasil uji menunjukkan bahwa semua parameter bahan bakar memenuhi standar dan mutu (spesifikasi) menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal EBTKE No 100 K/10/DJE/2016 untuk parameter uji B100 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Migas Nomor 28.K/10/DJM.T/2016 untuk parameter uji B0 dan B20.

Sementara itu, pengujian kinerja mesin diujikan pada Lokomotif jenis GE (General Electric) dan PRL/EMD (Progreess Rail Locomotif/EMD) dengan menggunakan bahan bakar B20 dan B0. Parameter yang diukur meliputi daya maksimum, konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang. Daya maksimum yang dihasilkan dari uji kinerja mesin Lokomotif PRL/EMD dan GE dengan menggunakan bahan bakar B20 telah sesuai dengan spesifikasi/standar yang ditentukan oleh pabrikan lokomotif jika menggunakan bahan bakar B0.

Dari uji kinerja lokomotif PRL/EMD yang menggunakan bahan bakar B20 diperoleh konsumsi bahan bakar sedikit lebih tinggi 2,5% dibanding dengan B0. Sedangkan konsumsi bahan bakar lokomotif GE yang menggunakan bahan bakar B20 lebih tinggi 1,1% dibanding dengan B0.

Sedangkan hasil uji emisi gas buang pada lokomotif PRL/EMD berbahan bakar B20, untuk parameter NOx lebih rendah 10% dibanding B0, dengan kadar CO untuk Lokomotif berbahan bakar B20 lebih rendah 10% dibanding B0, dan nilai opasitas pada lokomotif berbahan bakar B20 hampir sama dengan B0. Sedangkan hasil uji emisi gas buang pada lokomotif GE berbahan bakar B20, untuk parameter NOx lebih tinggi 20% dibanding B0, dengan kadar CO untuk lokomotif berbahan bakar B20 lebih rendah 10% dibanding B0, dan nilai opasitas pada lokomotif berbahan bakar B20 hampir sama dengan B0.

Untuk pengujian material, hasil pengujian setelah enam bulan operasi menunjukkan bahwa nosel stainless steel dan carbon steel pada lokomotif PRL/EMD dan GE yang menggunakan bahan bakar B20 dan B0 masih dalam kondisi bagus, tidak terjadi kavitasi, erosi, dan retak/pecah. Deposit pada permukaan luar injektor setelah enam bulan operasi tidak hanya ditemukan pada injektor bahan bakar B20, tetapi juga injektor bahan bakar B0.

“Ini simpul penting yang membuktikan bahwa B20 tidak apa-apa untuk dikonsumsi oleh PT KAI. Terima kasih atas kerja sama yang indah ini. Ini bisa dilakukan dengan sangat baik meski memerlukan waktu enam bulan,” ujar Rida.

Menurut Rida, sudah sepantasnya hasil pengujian B20 pada mesin kereta api tersebut positif mengingat pengujian dengan mesin yang lebih “complicated” seperti transportasi darat yang dilakukan sebelumnya tidak terdapat masalah.

Lebih lanjut, Rida mengingatkan bahwa pelaksanaan program B20 merupakan amanat Presiden sehingga seluruh komponen mulai dari Kementerian atau Lembaga hingga sektor swasta harus mendukung pelaksanaan program ini. “Tidak ada lagi ruang untuk menunda-nunda, harus dijalankan. Jadi ini sifatnya mengadaptasi yang dicanangkan Bapak Presiden, agar semua pihak mendukung (program) ini,” tegasnya.

“Keberhasilan ini akan berguna apabila rekomendasi yang diberikan ditindaklanjuti. Kuncinya hanya dua, komitmen untuk dijalankan karena ini perintah langsung dari Presiden dan konsisten dengan apa-apa yang direkomendasikan oleh tim teknis,” pungkas Rida.

Pelaksanaan program biodiesel sendiri dimulai dari B0 dan pada awalnya dijalankan oleh Kementerian ESDM dan hanya terkait dengan sektor energi. Mengingat begitu strategisnya program dan dibutuhkannya sinergitas antar sektor, saat ini program B20 menjadi urusan sedikitnya delapan kementerian dan merambah ke sektor lain seperti perkebunan dan keuangan.

Pemerintah berharap semua pihak berkomitmen untuk memperbaiki dan menyesuaikan dengan hasil rail test serta memperhatikan kewajiban penggunaan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain secara bertahap sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing, sehingga program penggunaan B20 dapat berjalan di PT KAI dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. (mar)