Kastara.ID, Jakarta – Saat ini, lebih dari 50 juta rakyat Indonesia tergolong kelas menengah atas dan 120 juta penduduk merupakan aspiring middle class (kelas menengah harapan) yakni kelompok yang tidak lagi miskin dan menuju kelas menengah yang lebih mapan.
Dalam sesi diskusi pagi di Tjikini Lima, Jakarta, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengenai proyeksi ekonomi Indonesia khususnya yang berhubungan dengan kelas menengah, termasuk juga potensi dan peluang yang muncul dalam perekonomian Indonesia 2019-2024.
“Di 2018 karena guncangan ekonomi, dari suku bunga Amerika, perang dagang, seluruh dunia terkena imbas. Dalam situasi itu pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus menyikapi. Kita harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi impor, tapi risikonya pertumbuhan ekonomi tertekan. Tapi kita masih bisa menutup pertumbuhan ekonomi dengan baik yang diperkirakan sekitar 5,1-5,2 dan inflasi kita 3,2-3,5 persen ini di situasi di tengah guncangan terjadi dan sering kita tidak melihat sisi ini, terlebih dalam komunikasi politik. Dari capaian ini, APBN kita ditutup dengan defisit 1,76. Ini sangat baik, kita win and win, artinya kita melewati guncangan, growth terjaga dan APBN kita masih bagus,”  jelas Menkeu saat memaparkan capaian ekonomi Indonesia 2018, Selasa (22/1).
Dalam talkshow yang dimoderatori oleh Akademisi Universitas Indonesia (UI) Imam Prasojo, Menkeu juga menjawab pertanyaan dari moderator perihal perbandingan capaian ekonomi Indonesia 2018 dengan negara lain.
“Kalau kita bandingkan dengan emerging country yang relatively big, yang sekelompok misalnya negara-negara G20. Size ekonomi kita besar dan kita hampir open ekonomi, pertumbuhan kita tertinggi ketiga setelah RRT dan India. Ini bagus, karena banyak negara yang growth-nya terkontraksi. Indonesia tidak comparable kalau dibandingkan Haiti,” kata Menkeu kepada moderator.
Dalam acara ini turut hadir Mantan Menteri Keuangan dan Ekonom UI Chatib Basri dan produser dan aktris Happy Salma. Senada dengan Menkeu, Chatib Basri juga berpendapat Indonesia sudah melalui guncangan ekonomi dengan baik di 2018.
“2018 itu berat, tekanan berat. Itu tekanan bunga the Fed dan perang dagang. Kemudian ketidakpastian yang muncul terhadap kebijakan Presiden Trump. 2018 itu berat sekali. Seandainya itu fiskalnya agak terlambat, dilakukan langkah-langkah yang tepat, Rupiah kita bisa lebih di atas 15 ribu. Growth kita 2018 bertahan di 5,1-5,2 ini stabil, saya appreciate apa yang dilakukan sama pemerintah dan Bank Dunia. Silakan cek data-datanya,” jelasnya.
Kemudian Chatib Basri juga menjelaskan potensi dari kelas menengah dalam menggerakkan ekonomi Indonesia.
“Yang mendorong perekonomian itu adalah permintaan. Kelas menengah itu sebagai proffesional complainer, Tidak ada yang lebih hebat dari kelas menengah kalau complain. Ini sebetulnya bagus, untuk membuat ibu Sri Mulyani kerja lebih keras. Kelas menengah akan menjadi agent of change karena dia akan memaksa pemerintah untuk bekerja lebih baik lagi,” paparnya.
Ia juga menjelaskan potensi dari industri kreatif yang sejalan dengan gaya hidup para kelas menengah.
“Dengan berkembangnya kelas menengah industri kreatif itu jadi luar biasa. Dari yang namanya niche ke wants. Jadi, bukan pakaian yang dipakai, tapi harus indah dan menarik. Masa depan industri kreatif ini akan menarik,” tegasnya optimis.
Menurut Menkeu, kelas menengah akan memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia, terutama dari sisi permintaan dan gaya hidup.
“Kelas Menengah 45 juta tahun 2010. Kalau studi kelas menengah sendiri, pada dasarnya berbagai lembaga yang melakukan studi, memunculkan apa yang disebut kelas masyarakat di atas kemiskinan, sebagian masih rapuh dan sebagian sudah establish. Tahun ini mungkin sudah naik mendekati 60 juta dan 2020 diperkirakan 80 juta. Seluruh Malaysia tidak akan sebesar itu, demikian seluruh ASEAN. Jadi, ini akan menjadi penggerak ekonomi Indonesia,” tegas Menkeu.
Peran dari teknologi mempengaruhi gaya hidup masyarakat. Bagi kelas menengah gaya hidup adalah hal yang penting, dan ini memunculkan pasar.
“Kelas menengah sangat suka gaya hidup yang experience, mencari makanan yang sehat, minuman yang sehat, ini menimbulkan market. Dengan life styleseperti itu membentuk market yang luar biasa, kalau ada demand maka supply merespons,” jelasnya.
Pemerintah juga menyikapi potensi ini, dan mendorong kelas menengah untuk berkembang.
“Kita ingin kelas menengah growing dan industri kreatif meningkat. Makanya vokasi itu penting, skill itu penting. Saat ini knowledge dan keterampilan bisa dari internet, tapi pemerintah masih bisa mendorong karena vokasi itu juga masih dibutuhkan untuk pendalaman. Kemudian pajak, sebelumnya 1% sekarang pajak UMKM 0,5%. Kemudian usaha usaha kreatif di-support sama Bekraf. Kita juga bisa menggunakan dan Transfer ke Daerah, misalkan space olahraga di daerah, kenapa tidak dibuatkan stadion di daerah menggunakan Dana Desa, jadi instrumennya sebetulnya banyak yang langsung dirasakan seperti program-program dari Bekraf,” paparnya.
Menutup kegiatan ini, Chatib Basri juga menyampaikan optimisme terhadap ekonomi Indonesia. Menurutnya, Indonesia bukan negara miskin dan memiliki potensi yang baik, dibandingkan negara-negara yang memiliki karakteristik hampir sama.
“Kalau pendapatan perkapita di bawah 995 USD itu low income, Indonesia 3.800-4.000 USD jadi kita antaralower middle dan upper middle country. Kalau dari definisi ini kita bukan negara miskin. Banyak negara yang tumbuh hanya 3 persen sedangkan Indonesia bisa 5 persen, kita melihat masa depan yang cerah,” tegasnya. (mar)