Badan Siber dan Sandi Negara

Kastara.ID, Jakarta – Beredarnya konten-konten hoaks di media sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk mengutip kebijakan pemerintah, kemudian dipelintir sedemikian rupa. 

Seperti sebuah artikel dari situs klikshare.info dan binpers.com yang diberi judul “Awal Juli Tarif Dasar Listrik Kembali Naik?” dan “Tarif Dasar Listrik Naik Lagi Awal Juli 2019”.

Plt Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan, terkait artikel tersebut telah dibantah oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan bahwa kabar tersebut bohong alias hoaks. 

“Kabar yang mengatakan ada kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) itu hoaks. Tidak benar yaa, sudah diklarifikasi pak Ignasius,” kata Ferdinandus di Jakarta (21/6).

Selain diklarifikasi Menteri Ignasius, Ferdinandus menjelaskan, setelah ditelusuri oleh Tim AIS Kementerian Kominfo, ternyata artikel tersebut sudah dimuat oleh situs republika.co.id dan sudah terbit sejak Selasa 13 Juni 2017. 

“Dalam artikel itu juga sudah jelas tertulis “Tarif Dasar Listrik (TDL) kembali mengalami kenaikan per 1 Juli 2017, jadi bukan 2019. Itu berita lama yang sengaja dipelintir,” ujarnya

Kabar hoaks lainnya mengenai unggahan video yang menarasikan, proses produksi tasbih berbahan dasar tulang babi. Kabar itu beredar luas hingga mengebohkan masyarakat.

Narasi yang dikembangkan pengunggah video adalah China telah memproduksi tasbih dari tulang babi secara besar-besaran. Namun, klaim tersebut tidak benar karena pada dasarnya tasbih terbuat dari kayu, tulang atau bahan lainnya. 

“Video itu sebenarnya adalah proses pembuatan tasbih dari tulang unta, bukan tulang babi. Jadi, video itu hasil editan, bukan dari video yang asli,” imbuhnya.

Ferdinandus menjelaskan, video asli diunggah pertama kali di salah satu akun Youtube pada tanggal 11 Juni 2019 dengan deskripsi, “Begini cara membuat tasbih dari tulang Unta”. Namun video tersebut sengaja diunggah ulang dengan berbagai narasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menggiring opini negatif masyarakat. (rfr)