Kastara.id. Jakarta-Komite II DPD RI telah menyelesaikan penyusunan hasil pengawasan UU No. 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Dalam rangka penyusunan pengawasan itu, Komite II mengunjungi Provinsi Lampung dan Jawa Barat.

“Potensi panas bumi 28.910 MW atau setara 40 persen dari potensi panas bumi dunia. Hal ini membuat Indonesia menjadi negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia,” ucap Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba saat Sidang Paripurna Ke-13 DPD di Nusantara V Komplek Parlemen, Jakarta, Jumat (22/7).

Berdasarkan pembahasan hasil pengawasan, sambungnya, DPD telah merumuskan rekomendasi UU    No. 21 Tahun 2014. Salah satunya, pemerintah harus segara menerbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) pelaksanaan UU Panas Bumi.

Senator asal Sumatera Utara menjelaskan bahwa dua PP tersebut diantaranya, PP yang mengatur bonus produksi pemegang izin panas bumi kepada Pemda. PP yang mengatur tata cara penetapan harga energi panas bumi tidak langsung dengan mempertimbangkan harga keekonomian. “Dua PP ini penting untuk disahkan segera,” harapnya.

Mengapa penting? Tanya Parlindungan, karena mengigat bonus produksi ini penting untuk menambah pemasukan daerah melalui PAD. Selain itu, pengesahan PP tentang tata cara tersebut penting untuk menghindari kekisruhan antara PLN dan Badan Usaha Panas Bumi.

“Dengan disahkan PP ini akan menjadi solusi kedua belah pihak dalam menetapkan tarif energi panas bumi,” papar Parlindungan.

Selain itu, Komite II juga telah menyelesaikan penyusunan hasil pengawasan UU No.39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. Komite II telah melaksnakan kunjungan kerja di Provinsi Sumatera Selatan dan DIY. “Berdasarkan data makro menunjukkan masih banyak permasalahn yang dihadapi oleh sub-sektor perkebunan,” kata Parlindungan.

Menurutnya, DPD merumuskan rekomendasi atas UU No. 38 Tahun 2014. Salah satunya, pemerintah harus segera menerbitkan PP yang mengatur batasan luas usaha perkebunan. “Adanya batasan itu usaha perkebunan akan memberikan kepastian hukum dalam membatasi kepemilikan perusahaan perkebunan,” imbuh Parlindungan.

Diakhir sambutannya, Parlindungan menyinggung bahwa Indonesia dalam keadaan darurat danau. Oleh karena itu penting menjadi perhatian bersama dalam menjaga ekosistem danau agar berfungsi sebagaimana mestinya. “Kami mengusulkan pemerintah agar membentuk Badan Rehabilitasi Danau untuk mengkoordinasikan berbagai instansi tersebut dibawah satu atap,” jelas dia.***