Kastara.id, Jakarta – DPR menilai wacana pemerintah akan menaikan harga rokok hingga 300 persen layak diapresiasi jika tujuannya menekan jumlah perokok yang terus meningkat. Apalagi APBN kita sedang mengalami defisit hingga Rp 133 triliun.

“Pemerintah melihat ini cara yang tepat untuk membantu menutupi defisit tersebut, agar pembangunan bisa berlanjut, karena untuk mencarikan sumber lain seperti menaikkan BBM tidak mungkin sebab bisa menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, yang paling mudah adalah menaikan cukai rokok karena market-nya skeptif, berapapun harga dinaikan mereka tetap membeli karena penggunanya sudah kecanduan, menaikan harga rokok tidak akan menimbulkan kegaduhan besar,” kata Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf di Jakarta, Senin (22/8).

Dia mengatakan, sebagai komisi kesehatan, tentu sangat komit dengan masalah kesehatan, masalah rokok tersebut memang tidak baik bagi kesehatan karena banyak sekali dampak negatif dari rokok tersebut. Dampak negatif ini, menurutnya, tidak bisa dipungkiri dan banyak temuan mengatakan rokok itu tidak baik bagi kesahatan seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan sebagainya karena rokok itu ada zat berbahaya.

“Kalau menaikkan harga rokok tujuan untuk menekan penggunaan rokok, tentu kami mendukung. Mungkin dari segi perdagangan pendapatnya lain lagi karena itu kita tunggu saja, kebijakan mana yang akan diambil oleh pemerintah,” ujarnya.

Dede Yusuf mengatakan, masalah rokok di Indonesia memang tidak bisa berkurang, apapun yang akan diambil kebijakan jumlah perokok tersebut tetap banyak. Bisa lihat di tengah masyarakat, meski merokok di tempat tertentu dilarang tapi tetap saja penuh perokok misalnya di bus, angkot, di keramaian, tetap saja masyarakat merokok dengan bebas.

Berbeda dengan negara tetangga seperti Singapura yang penegakan hukumnya sangat tegas. Sehingga yang merokok hanya ada di pojok tertentu saja. Kalau di tengah keramaian ada yang merokok langsung diberikan sanksi tegas. Mereka yang merokok di tempat keramaian akan dikucilkan.

Di Indonesia tidak bisa diberlakukan hal itu karena mendapatkan rokok itu sangat mudah, harganya murah, bisa beli ketengan, sehingga kalau mau dikurangi jumlah perokok tersebut, pengendaliannya di tempat pembelian, tidak di pengguna. Kalau di pengguna tentu kalau ada kesempatan merokok mereka akan merokok. (npm)