Kastara.id, Jakarta – Melalui kampanye Aksi Sosial Peduli Obat Legal, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen yang kritis dalam memilih dan menggunakan obat.

Melalui upaya ini masyarakat diajak untuk menjadi konsumen yang cerdas. Dengan selalu ingat untuk melakukan Cek KIK (Cek Kemasan, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa), serta pastikan juga untuk selalu membeli obat di sarana resmi.

“Belilah obat sesuai dengan resep dan petunjuk dari dokter. Hindari pembelian obat melalui situs penjualan online. Jangan mudah tergiur dengan harga obat yang lebih murah dari harga pasaran,” kata Kepala Badan POM Penny Lukito di sela kampanye Aksi Sosial Peduli Obat Legal di area Car Free Day Jakarta, Minggu (21/8).

Menurutnya, dengan keterlibatan masyarakat untuk melakukan upaya tersebut akan memutus dengan cepat mata rantai peredaran obat ilegal di Indonesia. “Dengan semakin menurunnya jumlah konsumen yang menggunakannya, maka pelaku juga akan semakin mengurangi aktivitas usahanya dalam mengedarkan produk obat ilegal karena tidak memberikan keuntungan. Jangan ragu untuk melaporkan kepada Badan POM jika mencurigai adanya aktivitas peredaran obat ilegal,” ujarnya.

Badan POM menyebutkan, produk obat yang cenderung dipalsukan biasanya merupakan obat-obatan lifestyle, life-saving, dan obat lain yang banyak dicari oleh masyarakat.

Berdasarkan data pengawasan Badan POM periode 2013-2015, temuan obat palsu didominasi oleh obat golongan disfungsi ereksi, antibiotika, antipiretik-analgetik, antihipertensi, dan antihistamin. Jika dilihat dari jenis obat, obat branded dengan harga yang relatif mahal lebih sering dipalsukan dibanding dengan obat jenis generik.

Modus pemalsuan obat yang dilakukan pelaku, antara lain mengemas ulang produk obat dengan kemasan dan label produk obat lain yang harganya lebih tinggi. Pelaku juga mengubah tanggal kedaluwarsa dengan tanggal kedaluwarsa baru, mengganti kandungan zat aktif dengan zat aktif lain yang efek terapinya berbeda atau mengurangi kadar zat aktif obat sehingga tidak sesuai dengan kandungan produk aslinya.

Dari sisi jalur distribusi, modus pelanggaran penyebab masuknya obat palsu ke jalur distribusi resmi disebabkan ada fasilitas pelayanan kefarmasian yang melakukan pengadaan obat dari sumber tidak resmi atau dari sumber freelance tanpa disertai dokumentasi yang memadai. “Untuk itu peran aktif masyarakat sangat diharapkan dalam melakukan pengawasan obat ilegal termasuk palsu, minimal dimulai dari pengawasan peredaran obat yang ada di lingkungan sekitarnya,” kata Penny Lukito. (npm)