Zooplankton

Kastara.ID, Jakarta – Peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turut memicu kebutuhan akan pakan pada level pembesaran maupun pembenihan ikan dan udang. Khusus untuk pembenihan, kebutuhan pakan alami yang menjadi esensial dan sangat diperlukan untuk menghasilkan benih yang baik dan berkualitas. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat membuka Webinar bertajuk “Zooplankton Potensial untuk Pakan Ikan dan Udang”, Rabu (19/8).

“Dalam webinar ini kita hadirkan para pakar untuk dapat berbagi ilmu berbudidaya pakan alami seperti Phronima, Artemia maupun Moina dengan harapan semakin banyak pelaku usaha budidaya khususnya pelaku usaha pembenihan yang dapat mengaplikasikan kegiatan budidaya pakan alami untuk meningkatkan margin pendapatannya,” ujar Slamet.

Sebagai informasi, webinar ini turut dihadiri oleh akademisi, praktisi, peneliti, penggiat, penyuluh serta pelaku usaha bidang perikanan budidaya dengan total peserta kurang lebih mencapai 3.200 orang baik melalui aplikasi zoom atau live streaming melalui kanal youtube Budidaya KKP.

“Meningkatnya kebutuhan akan pakan alami berbanding lurus dengan produksi perikanan budidaya yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Kebutuhan yang besar ini menjadi sebuah peluang yang harus dimaksimalkan oleh produsen dalam negeri untuk dapat membangun industri pakan alami agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut,” jelas Slamet.

Terkait pengembangan industri, Slamet berkata bahwa KKP telah menyiapkan lokasi di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur untuk dapat dibangun guna mewujudkan industrialisasi pakan alami dalam negeri. Dengan industrialisasi, diharapkan pakan alami dapat tersedia secara kontinyu dengan kuantitas dan kualitas yang terjaga.

“Teknologi dan produksi pakan alami telah banyak dikuasai dan dikembangkan oleh anak bangsa, bahkan sudah ditemukan strain baru dari zooplankton yang dapat digunakan sebagai pakan ikan maupun udang. Oleh sebab itu, target kemandirian pakan alami yang tidak tergantung dari impor tidak mustahil untuk diwujudkan,” lanjut Slamet.

Slamet berharap kegiatan ini dapat memberikan motivasi dan inspirasi kepada pelaku usaha perikanan budidaya untuk dapat masuk ke dalam industri pakan alami dalam negeri. “Semoga dapat bermanfaat untuk peserta dan pengembangan akuakultur ke depan yang lebih jaya,” pungkas Slamet.

Senada dengan Slamet, Direktur Pakan dan Obat Ikan KKP, Mimid Abdul Hamid menyatakan bahwa pakan alami mutlak diperlukan sebagai pondasi bagi ikan dan udang di masa awal kehidupannya untuk dapat tumbuh kuat.

“Beberapa kelebihan pakan alami diantaranya memiliki kandungan protein yang tinggi, mengandung asam lemak tidak jenuh, mengandung vitamin C dan mineral, serta di beberapa jenis pakan mengandung enzim dan pigmen yang bagus untuk ikan hias,” beber Mimid.

Mimid juga menyoroti kebutuhan benih berkualitas yang meningkat seiring peningkatan produksi berimbas langsung kepada kebutuhan akan pakan alami. Dengan tingginya kebutuhan pakan alami tersebut, potensi pasar juga turut terkatrol naik.

“Sebagai contoh, untuk memenuhi kebutuhan produksi 550 ribu ton diperlukan benih sekitar 90 milyar ekor. Dari kebutuhan 90 milyar ekor benih tersebut apabila menggunakan pakan alami jenis artemia dibutuhkan sebanyak 450 ton, dimana produksi dalam negeri baru dapat memenuhi 50 persennya, sehingga  potensi pasar masih sangat besar,” ucap Mimid.

Mimid menilai bahwa selain pangsa pasar, budidaya pakan alami di Indonesia memiliki beberapa keuntungan seperti dukungan iklim yang memadai serta potensi lahan yang baik, sehingga dapat dijadikan sebagai mata pencaharian alternatif  bagi masyarakat.

“Kita harapkan penyelenggaraan webinar ini dapat memberikan pemahaman yang baik bagi masyarakat serta mendorong peningkatan industri pembenihan dan pakan alami di tanah air” tutup Mimid.

Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Rektor V Universitas Muslim Indonesia Makassar, Prof Muh Hatta Fattah sebagai narasumber webinar Zooplankton kali ini, beliau menyampaikan apresiasi luar biasa acara webinar kali ini sampai dengan durasi kurang lebih 4 jam, peserta masih tetap bertahan mengikuti dengan jumlah hampir 3.000 orang. Hal ini menjadi indikator bahwa webinar kali ini mendapat respons dan apresiasi yang sangat besar dari masyarakat pada umumnya.

Prof Hatta menegaskan bahwa Phronima Suppa terus kita dikembangkan dengan harapan dapat mensubstitusi Artemia salina yang selama ini didatangkan dari luar negeri dengan biaya mahal, seperti di Sulawesi Selatan membutuhkan sekitar 30.000 kaleng Artemia salina atau lebih dari 26,3 milyar rupiah per tahun. “Tetap fokus kami adalah mengembangkan udang windu sebagai ikon di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan. Namun dari hasil uji pendahuluan kami, Phronima Suppa ini bisa sebagai pakan alami larva ikan hias, yang mampu meningkatkan kelangsungan hidup dan stabilitas warnanya dan kami juga akan mencoba Phronima Suppa ini untuk pakan alami larva ikan konsumsi air tawar,” ujar Prof Hatta.

“Phronima Suppa memiliki daya toleransi yang luas, namun sangat ditentukan dengan stabilitas salinitas yakni idealnya di media kultur salinitas 10-15 ppt, dikarenakan apabila salinitas tidak diperhatikan maka akan terjadi penurunan kepadatannya. Hal tersebut lah yang menjadi kendala yang harus kita hadapi dalam mengembangkan ketersediaan stok Phronima Suppa. Kita semua berharap, Phronima Suppa ini bisa menjadi pakan unggulan nasional,” harap Prof Hatta.

Narasumber lainnya, penanggung jawab pakan alami di Balai Riset Ikan Hias Depok, Sri Cahyaningsih juga menyampaikan bahwa kunci utama dari keberhasilan mengembangkan zooplankton adalah biosecurity baik media kulturnya dan lingkungan sekitar media kultur. “Apabila biosecurity tidak diperhatikan, maka akan timbul zooplankton lainnya seperti copepod karena size nya lebih besar sehingga sulit dicerna oleh larva ikan yang tidak sesuai dengan bukaan mulutnya dan menyebabkan larva ikan mati,” jelas Cahya.

Cahya menambahkan larva ikan untuk menjadi sehat kita harus bisa meniru makanannya yang di alam artinya sesuai dengan bukaan mulut larva ikan. Larva ikan dan udang dominan karnivora dikarenakan larva ikan dan udang masih belum sempurna organ pencernaannya dan belum lengkap enzim yang dihasilkan sehingga diperlukan zooplankton sebagai makanannya. Zooplankton ketika dimakan oleh larva ikan dan udang akan terurai sendiri (autolysis). Dengan pemenuhan ketersediaan stok zooplankton bagi larva ikan, maka kita bisa menghasilkan benih ikan yang sehat dan pertumbuhan ikan optimal. (wepe)