Faisal Basri

Kastara.ID, Jakarta – Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengatakan, pada 2022 utang pemerintah diproyeksikan bakal membengkak hingga Rp 8.000 triliun. Artinya menuturkan Faisal terjadi kenaikan jumlah utang yang luar biasa dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakhiri pemerintahannya, utang Indonesia sebesar Rp 2.610 triliun.

Melalui tulisan di blog pribadinya yang dikutip Sabtu (21/8), Faisal menyebut pada akhir tahun 2022 utang pemerintah pusat akan mencapai Rp 8.110 triliun. Jumlah tersebut masih mungkin bertambah jika target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 dan 2022 tidak tercapai.

Faisal mengungkapkan, dalam Rancangan APBN 20222 porsi utang mencapai 45,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Faisal menilai kemungkinan target tidak tercapai cukup besar. Pasalnya selama Joko Widodo (Jokowi) menjadi Presiden RI target pertumbuhan ekonomi tidak pernah tercapai.

Penanganan pandemi Covid-19 menurut Fasial menambah buruk kondisi perekonomian negara. Strategi penanganan Covid-19 pun sedari awal terlihat lemah. Terbukti dari pemerintah yang kerap mengutak-atik istilah untuk menghindari lockdown. Hal ini memperburuk keadaan sehingga membuat ongkos kian mahal.

Kepemimpinan dan pengorganisasian yang buruk, menurut Faisal, menjadikan Indonesia kalah 0-2 melawan Covid-19. Kalah dalam bidang kesehatan dan ekonomi. Namun para pejabat kerap menyangkal dan terus menuhankan ekonomi.

Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Fadhil Hasan juga menyoroti posisi utang Indonesia sudah melewati ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara. Anehnya, menurut Fadhil, pemerintah masih menganggarkan belanja negara dengan jumlah utang cukup besar.

Saat berbicara (20/8), Fadhil menerangkan, pada RAPBN 2022 utang pemerintah sudah mencapai 44 persen dari PDB. Jumlahnya bisa melesat hingga 60 persen jika ditambah dengan
utang sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Fadhil mengakui, pandemi Covid-19 telah membuat hampir seluruh di seluruh dunia meningkatkan jumlah utang demi menyelamatkan ekonomi. Di sisi lain peningkatan utang berakibat kerentanan fiskal. Itulah sebabnya menurut Fadhil harus tetap dikontrol agar defisit bisa ditekan dari 5,7 persen menjadi 4,85 persen.

Fadhil menambahkan, agar tercapai, RAPBN harus memenuhi tiga fungsi utama yaitu stabilisasi, alokasi, dan distribusi. Fadhil menuturkan, pandemi Covid-19 menjadi sumber ketidakpastian. Hal inilah yang menurut Fadhil menjadikan alokasi anggaran yang memadai sangat penting. (mar)