Penerbangan

Kastara.ID, Jakarta – Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja yang masih menjadi polemik hingga penolakan di masyarakat justru ditanggapi berbeda oleh sektor transportasi udara.

Maskapai penerbangan justru menyambut antusias dan senang dengan disahkannya UU tersebut. Sebab UU ‘Sapu Jagat’ tersebut diyakini bakal memperbaiki aturan di sektor transportasi udara.

Ketua Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon B Prawiraatmadja dalam sebuah diskusi virtual beberapa waktu lalu mengatakan, tujuan utama dari Omnibus Law ini adalah penyederhanaan birokrasi di dalam industri penerbangan.

Denon menjabarkan, dalam aturan lama yaitu UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan terlalu banyak mengatur hal-hal yang bersifat teknis yang semestinya diatur dalam peraturan pemerintah (PP) atau peraturan menteri (permen).

UU Cipta Kerja, lanjutnya, bakal mengubah hal-hal teknis yang selama ini diatur lewat UU menjadi diatur di PP atau permen. Seperti pasal 42 tentang kepemilikan AOC (Sertifikat operator udara), persyaratan teknis yang harus dilakukan operator dalam memiliki izin AOC yang tadinya diatur dalam UU Nomor 1 tahun 2009 sekarang ini diatur oleh pemerintah.

Diharapkannya, aturan-aturan sangat teknis yang diatur melalui PP atau permen akan membuat regulasi di industri penerbangan lebih adaptif terhadap situasi yang diperlukan dalam satu masa.

“Di dalam Omnibus Law, saya pikir banyak pasal-pasal yang secara birokrasi sudah disederhanakan. Kami berharap di dalam Omnibus Law ini selain maskapai meningkatkan kompetensi, tapi juga sebagai PSO menghadirkan public service transportasi dapat mendukung perekonomian nasional,” kata Denon.

Di sisi lain, pakar hukum Universitas Tarumanegara (Untar) Prof Dr Ahmad Sudiro menilai, secara umum Undang-Undang Omnibus Law sudah baik. Karena UU tersebut bertujuan mengharmonisasikan puluhan UU yang tersebar dari sisi subtansi dan saling tumpang tindih dan bertentangan sehingga tidak selaras.

“Maka pemerintah ingin bagaimana ini dilakukan dalam satu rumah besar yang namanya Omnibus Law dalam konteks UU sehingga ini menjadikan review yang dianggap menjadi lebih efisien dan efektif,” ujarnya.

Hanya saja, Ahmad Sudiro melihat masih adanya sejumlah hal yang perlu disempurnakan terkait UU ini. Ia pun memberikan masukan agar transportasi udara atau penerbangan dalam UU Cipta Kerja dapat diatur secara lebih konprehensif, detail, dan berkeadilan.

Dalam hal ini, yang dimaksud review tentang UU tersebut oleh Ahmad Sudiro adalah terkait dengan masalah bagaimana para penumpang atau ahli waris mendapat perlindungan apabila melakukan gugatan jika terjadi cacat produk kecelakaan penerbangan.

“Sebab, UU penerbangan saat ini hanya mengatur bagaimana tanggung jawab operator terhadap pengguna jasa penerbangan, tetapi bagaimana tanggung jawab produsen pesawat belum ada ketentuanya,” imbuhnya. (mar)