Pemilu 2019

Kastara.ID, Jakarta –  Anggota Badan Pemenangan  Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Mursidan Baldan, mengatakan bahwa pemilu adalah simbol dari peradaban bangsa. Oleh karenanya pemilu itu harus dilakukan dengan cara-cara yang beradab. Apalagi ideologi kita adalah Pancasila.

“Memenangkan pemilu dengan menggunakan segala cara sangat bertetangan dengan Pancasila. Mari kita menangkan pemilu ini dengan cara halal,” kata Ferry Mursidan Baldan dalam diskusi Menuju Pemilu Berkualitas dan Berintegritas bersama anggota PDIP Effendi Simbolon dan pangamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, di Media Center DPR (22/2).

Menurut mantan Menteri Badan Pertanahan Nasional ini, pemilu bukan sekedar menang atau kalah. Tapi sebuah simbol peradaban bangsa. Kalau dalam konteks empat pilar adalah harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, UUD, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.

“Jangan bermimpi negara kita menjadi negara yang dicita-citakan empat pilar MPR kalau Pemilunya dibiarkan menjadi sesuatu yang sekadar untuk menang dengan menghalalkan berbagai cara,” katanya.

Sementara itu Effendy Simbolon meminta agar KPU mengantisipasi kemungkinan terjadinya konflik pada 17 April 2019 nanti. Menurutnya tidak menutup kemungkinan pihak yang kalah akan tidak terima dan membuat kegaduhan. Karenanya untuk mengantisipasi itu diusulkan agar penghitungan suara caleg didahulukan daripada suara capres.

“Kalau suara capres didahulukan penghitungannya, tidak menutup kemungkinan pendukung capres yang kalah akan membuat rusuh dan itu akan membuat petugas TPS kabur menghindari amukan massa,” kata Effendy Simbolon.

Politisi PDIP ini mempertanyakan apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengantisipasi hal itu. Apalagi, katanya, ada yang menyebutkan pilpres kali ini adalah jihad.

“Apa nggak ngeri kalau sudah seperti itu,” kata Effendy Simbolon dalam diskusi Menuju Pemilu Berkualitas dan Berintegritas bersama anggota BPN Prabowo, Ferry Mursyidan Baldan dan pangamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno.

Karenanya Effendi meminta KPU mengantisipasi suasana pasca penghitungan suara pilpres tersebut. Sebab, kalau sudah ada yang menang dan chaos, petugas di TPS bisa meninggalkan TPS, sehingga suara caleg tak lagi dihitung.

“Kalau demikian, maka akan terjadi kekosongan konstitusional di mana seluruh kursi DPR, DPD, DPRD I, dan DPRD II itu akan kosong. Karenanya, saya mengusulkan penghitungan suara dimulai dari DPRD, DPR, DPD dan terakhir pilpres,” ujarnya.

Effendy juga mengusulkan agar debat capres tak dibiayai dengan iklan di TV swasta. “Kalau hanya Rp 2 miliar per debat, lima kali debat berarti Rp 10 miliar. Masak negara tak mampu? Sehingga setiap break, istirahat tak selalu diselingi dengan iklan,” kata anggota Komisi I DPR itu.

Adi Prayitno juga sepakat perlunya penghitungan suara pileg dulu dibanding pilpres. “Dengan menghitung pileg, maka eforia capres bisa dilakukan pasca pileg. Sehingga tak ada kekhawatiran suara pileg diabaikan petugas di TPS,” katanya. (danu)