Pohon

Kastara.ID, Jakarta – Bertepatan dengan peringatan Hari Bumi, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pohon. Penetapan ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menanggulangi dampak perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 30% di tahun 2030.

Kepala Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI Jakarta, Suzi Marsitawati menyampaikan, pepohonan yang berada di Jakarta berperan sebagai solusi alami (nature based solution) dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, melalui penyerapan emisi, penurunan suhu, penyediaan habitat bagi biodiversitas, dan penciptaan lingkungan yang layak huni bagi warga, serta masih banyak manfaat lainnya. Sejak 2019, Pemprov DKI Jakarta telah menargetkan penambahan 200.000 pohon. Hingga saat ini telah ditanam total 70.880 pohon, terdiri dari 23.584 pohon dan 47.296 mangrove.

“Melalui penetapan kebijakan ini, penambahan 200.000 pohon tersebut ditargetkan dapat terpenuhi pada tahun 2022. Hal ini juga sejalan dengan apa yang sudah disampaikan oleh Gubernur Anies Baswedan pada pertemuan daring C40 di hadapan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres, yang mengusulkan agar kota-kota dapat lebih berkontribusi terhadap pengurangan emisi dan melakukan langkah adaptasi krisis iklim,” ujar Suzi dalam Konferensi Pers yang digelar secara virtual (22/4), seperti dikutip dari siaran pers PPID Provinsi DKI Jakarta.

Suzi menjelaskan, penyusunan Pergub No. 24/2021 ini telah melalui perencanaan yang matang dan disusun dengan skema kolaboratif bersama World Resource Institute (WRI) Indonesia. Dalam pelaksanaannya, pihaknya membuka kolaborasi serta masukan dari masyarakat Jakarta dan organisasi-organisasi masyarakat sipil. Suzi berharap masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dengan diberlakukannya Pergub ini.

“Masyarakat diberikan ruang untuk berperan serta dalam pengelolaan dan perlindungan pohon, seperti penyediaan lokasi tanam, penyediaan pohon, pemeliharaan pohon, pendataan pohon, memberikan informasi terkait kondisi pohon rawan tumbang, pendidikan dan penelitian. Selain itu, Pergub ini juga memberikan kemudahan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam penyelesaian pohon rawan tumbang dan pohon tumbang,” terangnya.

Kemudian melalui penyusunan basis data pohon berbasis sistem informasi spasial, masyarakat juga akan mendapatkan kepastian terkait keberadaan pohon serta manfaat keberadaan pohon, memberi kepastian hukum terhadap pengelolaan dan perlindungan pohon di DKI Jakarta, memperjelas penyelenggaraan perizinan pohon, memberikan jaminan bagi korban pohon tumbang, dan memberikan kepastian pelanggaran penebangan pohon secara ilegal.

Suzi menambahkan, kebijakan ini juga akan memberikan perlindungan lebih terhadap penebangan pohon. “Melalui skema baru, terdapat syarat yang diperketat terhadap pohon yang dapat ditebang, seperti pohon yang tua atau sakit, dan penebangan hanya dapat dilakukan jika pohon pengganti dengan jumlah yang lebih banyak telah selesai ditanam dan berkondisi sehat,” terang Suzi.

Terkait kerja sama ini, Direktur WRI Indonesia Nirarta Samadhi menyatakan dukungannya terhadap langkah adaptasi untuk menghadapi perubahan iklim ini.

“Kami sangat senang bahwa Pemprov DKI Jakarta menganggap serius penanaman pohon sebagai langkah adaptasi menghadapi krisis iklim. Penggunaan basis data pohon akan sangat membantu kegiatan pengelolaan dan manajemen pohon sebagai aset ekologis yang sangat penting dalam menghadapi krisis iklim. Selain itu, akan ada sistem informasi berbasis spasial yang dapat memonitor kondisi, sehingga dapat diputuskan langkah lebih lanjut untuk mengatasi kondisi tertentu,” urainya.

Ke depannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mendorong segenap lapisan masyarakat untuk mendukung kebijakan ini agar DKI Jakarta menjadi semakin hijau dan semakin ramah bagi warganya. Direktur Kota Kita, Ahmad Rifai, menganggap bahwa langkah Pemprov DKI Jakarta sudah tepat, sebab paradigma yang melihat kota sebagai kesatuan antara manusia, alam, dan lingkungan terbangun sangatlah penting dalam upaya mengatasi dampak krisis iklim.

“Kesinambungan antara tiga komponen tersebut di kota dapat dilihat dari peran pohon, yang memiliki fungsi ekologis dalam hal penanganan polusi dan habitat biodiversitas, sekaligus fungsi sosial sebagai ruang hijau bagi interaksi manusia. Atas dasar ini, upaya pengelolaan dan perlindungan pohon menjadi sebuah langkah penting dan masyarakat harus dilibatkan secara aktif dalam upaya perlindungan pohon bersama pemerintah,” tandasnya.

Sebelumnya, Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan juga telah mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengendalian Dampak Bencana Iklim. Ingub berisi tentang 6 (enam) aksi mitigasi perubahan iklim yaitu:

1. Pengurangan emisi karbon pada sektor konstruksi: penerapan bangunan gedung hijau dan efisiensi penggunaan energi pada bangunan gedung.

2. Penggunaan lampu hemat energi pada ruas jalan arteri, ruas jalan permukiman dan penggunaan PLTS rooftop.

3. Pengurangan emisi karbon dari sumber bergerak: peralihan ke moda transportasi umum dan moda transportasi rendah emisi.

4. Pengurangan emisi karbon dari sektor pengolahan limbah cair dan padat: pengurangan produksi sampah dari sumbernya.

5. Pengurangan emisi karbon: penyediaan RTH dan penanaman tanaman yang mampu menyerap emisi karbon lebih optimal.

6. Pengurangan emisi karbon dari sumber tidak bergerak atau sektor industry: mengkaji penerapan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Serta lima aksi adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana iklim di Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut:
1. Aksi dan edukasi tanggap bencana perubahan iklim.
2. Optimalisasi pemanfaatan dan pemanenan air hujan dan penanganan banjir terintegrasi.
3. Penguatan sistem ketahanan pangan.
4. Perlindungan kawasan pesisir dan Kep. Seribu.
5. “Social protection” untuk masyarakat rentan melalui peningkatan kapasitas, mendorong UMKM, meningkatkan layanan kesehatan dan menyediakan kemudahan akses menuju fasilitas publik. (hop)