Indonesia

Kastara.ID, Jakarta – Suku bunga utang Indonesia bakal naik, usai Amerika Serikat (AS) memutuskan mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Kantor Perwakilan Perdagangan atau USTR.

Dengan pencoretan tersebut Indonesia akan kehilangan beberapa fasilitas negara berkembang. Di antaranya, Indonesia tidak akan menerima fasilitas Official Development Assistance (ODA). Fasilitas ini merupakan alternatif pembiayaan dari eksternal untuk pembangunan sosial dan ekonomi.

Selain Indonesia, beberapa negara seperti China dan India juga dicoret dari daftar tersebut. Presiden AS Donald Trump mengkritisi mengenai negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, yang dikategorikan sebagai negara berkembang, sehingga mendapat preferensi khusus.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengungkapkan, dengan ODA, sebuah negara berkembang tidak hanya mendapat pendanaan dari pihak eksternal, seperti dilansir Antara.

Dengan fasilitas ini, Indonesia bisa mendapatkan bunga rendah dalam berutang. “Kita bicara mengenai utang, maka kita tidak dapat lagi klasifikasi ODA karena dengan itu kita akan mampu mendapatkan bunga yang murah. Kalau di bawah 4.000 dolar AS bisa dapat 0,25 persen,” katanya.

Selain itu, penghilangan fasilitas ini akan berdampak pada perdagangan karena Indonesia akan menjadi subjek pengenaan tarif lebih tinggi.

Kedua, Indonesia akan kehilangan Generalized System of Preferences (GSP). GSP adalah fasilitas bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima yang diberikan oleh negara maju demi membantu ekonomi negara berkembang.

Menurut Satria Sambijantoro dari Bahana Sekuritas, saat ini terdapat 3.544 produk Indonesia yang menikmati fasilitas GSP, dengan nilai ekspor tahunan mencapai 2,1 miliar dolar AS pada 2018. Ekspor signifikan termasuk perhiasan emas, ban karet, tas olah raga, alat musik.

Satria memaparkan, AS merupakan salah satu negara penting bagi prospek neraca perdagangan Indonesia. Menurutnya, surplus dengan AS adalah yang terbesar, dibandingkan dengan mitra dagang lainnya seperti India (surplus 7,6 miliar dolar AS), Uni Eropa (surplus 2 miliar dolar AS), Jepang (defisit 1,8miliar dolar AS), Australia (defisit 2,6 miliar dolar AS), Cina (defisit 18,7 miliar dolar AS). (ant)