Internet

Kastara.ID, Jakarta – Peneliti WebsiteToolTester telah menerbitkan laporan negara dengan internet paling cepat. Disebutkan Taiwan, Singapura, dan Jersey di urutan teratas dalam daftar tempat dengan internet tercepat di dunia.

Bagaimana dengan Indonesia? Sementara Indonesia di posisi ke-92 dalam peringkat Global League.

Berdasarkan data yang dikirimkan oleh pengguna internet melalui tes kecepatan online, mengecualikan kesalahan dan menyusunnya untuk membuat peringkat global. Kecepatan rata-ratanya berubah, dari sekitar 9Mbps pada 2017 menjadi lebih dari 11Mbps pada 2019.

Mereka mengambil tes kecepatan yang diselesaikan oleh pengguna online di seluruh dunia, dengan miliaran tes berbeda dianalisis untuk mengumpulkan hasil Global League.

Diakui, ada risiko dengan pendekatan ini, orang lebih cenderung melakukan tes kecepatan ketika ada masalah dan kecepatan rata-rata yang dilaporkan lebih lambat daripada kecepatan yang tersedia karena WiFi yang lebih lambat atau koneksi di rumah.

“Inilah sebabnya mengapa rata-rata negara akan tampak lebih rendah daripada yang Anda perkirakan jika dibandingkan dengan pengalaman langsung,” kata penulis laporan itu, seperti dikutip laman Daily Mail, baru-baru ini. “Karena rata-rata setiap negara akan memiliki cacat ini, penempatan komparatif di Global League relatif baik,” imbuhnya.

Taiwan memiliki kecepatan internet 85,02 Mbps, Singapura 70,86 Mbps, Jersey 67,46 Mbps. Sementara di tempat keempat hingga kesepuluh secara berurutan ditempati oleh Swedia 55,18 Mbps, Denmark 29,19 Mbps, Jepang 42,77 Mbps, Luksemburg 41,69 Mbps, Belanda 40,21 Mbps, Swiss 38,85 Mbps, dan San Marino 38,73 Mbps.

Sedangkan Indonesia memiliki kecepatan 6,65 Mbps, dan di bawahnya ada Greenland 6,51 Mbps urutan ke 93, Bahrain 6,24 Mbps ke 94 dan ke 95 ada St Kitts and Nevis 6,16 Mbps. Internet terlambat ada di negara Turkmenistan 0,7 Mbps, Mauritania 0,59 Mbps, Equatorial Guinea 0,51 Mbps, Timor Leste 0,45 Mbps dan Yaman 0,38 Mbps, kelimanya berada pada urutan 203 sampai 207. 

Tujuan dari penelitian ini, lanjut peneliti, adalah untuk menyediakan informatif ‘kecepatan broadband relatif’ bukan ukuran bandwidth absolut, sehingga kelemahan sebenarnya menciptakan gambaran yang lebih realistis. (rfr)