Kastara.id, Jakarta – Aksi Bela Islam 212 (2 Desember 2016) menjadi peristiwa fenomenal yang sarat isu sensitif dan telah menjadi viral, baik di dalam negeri maupun di mancanegara. Di balik aksi damai tersebut terdapat sejumlah kisah menarik yang boleh jadi memang luput dari perhatian. Rupanya daya tarik itulah yang melatarbelakangi rumah produksi Warna Picture membingkainya menjadi sebuah karya film layar lebar.

“The Power of Love” dipilih menjadi judul film dengan latar belakang aksi fenomenal tersebut. Adalah sang sutradara sekaligus produser Jastis Arimba yang mencoba mengemasnya tanpa menyentuh area SARA, politis, maupun isu intoleransi.

Sebagai hajat besar umat Islam Indonesia di pengujung tahun 2016 lalu, aksi 212 memang menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Bahkan isu-isu sensitif ikut diseret ke permukaan dalan pemberitaan media mainstream dalam beragan bingkai narasi sepihak. Akibatnya tak jarang komentar miring seperti makar, anti-Pancasila, pemecah belah NKRI  dan lain sebagainya muncul di tengah tanggapan masyarakat.

Dalam “The Power of Love”, aksi 212 akan diungkapkan sejumlah fakta yang dirajut secara objektif dengan mengangkat jejak perjalanan seorang jurnalis yang terjebak dalam perjalanan aksi 212. Menurut produser sekaligus Sutradara “The Power of Love”, Jastis Arimba, pihaknya optimistis film yang digarapnya akan diterima dengan baik oleh masyarakat karena takkan melibatkan elemen politis, SARA, dan intoleransi. “Kami yakin, karena film ini sepenuhnya mengangkat citra Islam yang sesungguhnya, yaitu cinta,” katanya saat jumpa pers di Abuella Cafe, Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (23/5).

Bahkan pria yang lebih dikenal lewat sejumlah film dokumenternya ini mengakui tak ada segmentasi khusus dari film yang sedang digarapnya ini. Ya, Jastis ingin semua masyarakat bisa menontonnya untuk melihat jatidiri Islam sesungguhnya. “Tidak ada segmen khusus. Semua ‘wajib’ nonton, supaya tahu ini lho Islam Rahmatan lil Alamin,” ujarnya.

Dalam film ini, aktor senior Fauzi Baadila didapuk melakoni pemeran utama, didampingi Adhin Abdul Hakim, Hammas Syahid Izzudin, Asma Nadia, Meyda Sefira, Cholidi Assadil Alam, dan Ustadz Erick Yusuf sebagai konsultan.

Menurut Oji, panggilan akrab Fauzi Baadila, dirinya berani menerima peran utama justru karena keinginan menegaskan posisi dirinya sebagai seorang muslim. Peristiwa 212, lanjut Oji, terdapat hikmah bahwa seorang muslim wajib memiliki prinsip. “Ada kalanya kita harus berprinsip, jangan abu-abu,” katanya.

Sedangkan Ustadz Erick Yusuf mengatakan bahwa dakwah semestinya dilakukan dalam bentuk apapun termasuk film. Film ini merupakan upaya menyampaikan syiar Islam, sekaligus mendobrak fitnah yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat mengenai aksi-aksi yang dilakukan umat Islam.

“Dakwah lewat film ini sudah tepat. Lewat film ini kita sampaikan fokus permasalahan yaitu toleransi di mana ada pasangan Kristiani yang menikah saat aksi berlangsung, aksi menjaga lingkungan di mana tidak ada satu tanaman pun yang dirusak saat itu, dan yang terbesar adalah shalat Jumat yang dilakukan oleh lebih dari 7 juta orang, itu masya Allah,” kata Ustadz Erick.

Rencananya film ini mulai diproduksi setelah Idul Fitri dan akan tayang di bioskop pada Desember 2017. Para kru berharap film ini dapat menginspirasi dan diterima secara luas oleh para pecinta film di Indonesia. (koes/dwi)