Muhaimin Iskandar

Kastara.ID, Jakarta – Pernyataan pemimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang bersedia bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dengan syarat dirinya menjadi capres tentu wujud kepongahan semata.

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul M Jamiluddin Ritonga menyebut ada dua penyebabnya.

“Pertama, perolehan kursi PKB pada pileg 2019 di bawah Golkar. Tentu logika politiknya Golkar yang lebih berhak mengusung capres dari PKB,” jelas Jamil kepada Kastara.ID, Selasa (24/5).

Berbeda halnya bila koalisinya hanya PKB, PPP, dan PAN, maka PKB berhak mengajukan capres. Sebab, perolehan kursi DPR RI dari tiga partai itu PKB yang paling banyak.

“Dua, elektabilitas Cak Imin yang sangat rendah, membuat peluangnya hampir tertutup untuk diusung menjadi capres. Bahkan elektabilitasnya lebih rendah dari Airlangga Hartarto,” imbuhnya.

Karena itu, dilihat dari perolehan kursi PKB dan rendahnya elektabilitas Cak Imin, maka syarat yang diajukannya untuk bergabung KIB sangat tidak realistis. “Cak Imin terkesan sosok yang tak tahu diri dengan beraninya mengajukan persyaratan tersebut,” tandas Jamil yang juga mantan Dekan Fokom IISIP Jakarta ini.

Kalau Cak Imin tetap mempersyaratkan hal itu dalam berkoalisi, maka dipastikan tidak akan ada partai yang mau berkoalisi dengan PKB. “Cak Imin seharusnya menyadari hal itu, termasuk ketidaklayakannya menjadi capres,” pungkas Jamil. (dwi)