Fahira Idris

Kastara.ID, Jakarta — Setelah sempat menjadi polemik panas, informasi yang yang menyebutkan mata pelajaran (mapel) Sejarah akan dihapus dari kurikulum sekolah sudah diklarifikasi langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim. Mendikbud menegaskan tidak ada kebijakan, regulasi, atau rencana menghapuskan mata pelajaran Sejarah di kurikulum nasional. Memang jika merujuk kepada salah satu agenda utama Menteri Nadiem yaitu menerapkan pendidikan berkarakter, harusnya mapel Sejarah lebih dikuatkan karena materinya mengandung banyak inspirasi penguatan karakter anak bangsa.

Anggota DPD RI Fahira Idris bersyukur, Mendikbud sudah menjamin dan memastikan bahwa mapel Sejarah tetap menjadi pelajaran wajib. Bagi Fahira, harusnya isu soal mapel Sejarah saat ini bukan lagi soal akan dihapus atau tidak, tetapi harus sudah bergeser kepada isu sudah sejauh mana Kemendikbud mengoptimalkan materi ajar mapel Sejarah diarahkan menjadi salah satu penguat karakter peserta didik. Harusnya salah satu agenda penting Kemendikbud saat ini adalah me-review apakah materi ajar mapel Sejarah saat ini sudah optimal mengusung nilai-nilai penguatan karakter anak bangsa.

“Hemat saya selain agama dan kewarganegaraan, mapel Sejarah adalah salah satu pilar pendidikan karakter di sekolah. Dengan mempelajari sejarah perjalanan bangsa beserta tokoh-tokohnya maka secara langsung berbagai nilai mulai dari religiusitas, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, bahkan demokrasi akan diserap oleh peserta didik. Ini (menjadikan mapel Sejarah penguat pendidikan karakter) menjadi salah satu PR Mendikbud Nadiem,” tukas Fahira Idris di Jakarta (23/9).

Fahira mengungkapkan, pendidikan sejarah memberikan nilai-nilai dari peristiwa yang terjadi dan dari teladan para tokoh pejuang dan pendiri bangsa. Sejarah menjadi mapel yang paling efektif dijadikan medium untuk mengenalkan jati diri bangsa kepada peserta didik yang notabene merupakan generasi penurus bangsa. Lewat sejarah, misalnya fase pergerakan nasional, peserta didik bisa mengetahui dan terinspirasi bahwa negara ini dimerdekakan oleh para pendiri bangsa yang sudah berjuang sejak usianya masih muda.

Lewat mapel Sejarah, sambung Fahira, kita juga ingin peserta didik yang juga generasi muda ini meneladani tokoh-tokoh pergerakan nasional dan menjadikannya inspirasi. Tokoh-tokoh seperti Bung Hatta misalnya adalah sumber inspirasi jika kita ingin menguatkan karakter anak menjadi pribadi yang religius, jujur, berani, sederhana, disiplin, kerja keras, toleran, dan paham nilai-nilai demokrasi. Peserta didik diarahkan untuk meresapi perjalanan besar Bung Hatta dalam memperjuangkan republik ini yang dimulai sejak memimpin Perhimpunan Indonesia (PI) ketika usianya baru saja mencapai 21 tahun serta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional di Prancis di usia sangat muda yaitu 23 tahun dan pada 1926 sudah mulai memperkenalkan nama Indonesia ke dunia.

“Sangat banyak inspirasi dari mapel Sejarah yang bisa kita jadikan salah satu dasar untuk pendidikan karakter. Mapel Sejarah juga sesungguhnya sangat efektif mengasah daya berpikir kronologis, kritis dan kreatif para peserta didik. Dalam mempelajari sejarah, peserta didik diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikas dan kemampuan mencari, mengolah, mengemas, dan mengkomunikasikan informasi. Ini saya rasa kemampuan yang wajib dimiliki anak-anak kita untuk menatap masa depannya,” pungkas Fahira Idris. (dwi)