Kastara,id, Jakarta – Persoalan dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik atau e-KTP tidak hanya terletak pada adanya dugaan korupsi saja. PT Biomorf, perusahaan asal Amerika Serikat yang disubkontrak oleh konsorsium pemenang tender dikhawatirkan bisa juga menyalahgunakan data 110 juta penduduk yang telah direkam.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin menyarankan pemerintah untuk mendesak perusahaan konsorsium pemenang tender e-KTP agar PT Biomorf segera memindahkan server itu ke Indonesia. “Server harus dipindah ke Indonesia. Konsorsium harus bertanggung jawab, karena menyangkut keselamatan dan keamanan negara,” kata mantan Sekretaris Militer ini di Jakarta, Kamis (24/11).

Setelah PT Biomorf memindahkan servernya ke Indonesia, Hasanuddin menambahkan, pemerintah juga harus merekomendasikan sebuah lembaga resmi untuk mengawasi server tersebut agar tidak terjadi kebocoran informasi. “Harus ada lembaga resmi yang mengontrol, supaya tidak jadi kebocoran informasi dan tindakan kriminalitas dalam penggunaan data,” ujar Hasanuddin.

Sebab, sambung Hasanuddin, risiko dari penyalahgunaan data kependudukan Indonesia yang juga dipegang oleh perusahaan asing tersebut bisa jadi berujung pada tindakan kriminalitas. “Penyalahgunaan data dikhawatirkan bisa berakibat pada tindakan kriminalitas. Misalnya, ada orang asing yang bikin KTP dengan data yang sudah direkam PT Biomorf. Bisa jadi nanti tidak hanya nama lengkapnya saja yang sama, tapi sampai iris mata, sidik jari juga bisa sama,” kata Hasanuddin.

Terkait dengan dugaan penyalahgunaan data 110 juta penduduk Indonesia yang telah direkam PT Biomorf, menurut Hasanuddin, hal itu bisa ditelusuri melalui kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang saat ini tengah didalami pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Masalah korupsi e-KTP harus dikejar dan diselesaikan secara tuntas untuk mencari motif dari pelaku. Karena pelaku ini tidak hanya sekedar mencari keuntungan, tapi patut diduga berkontribusi juga untuk membocorkan rahasia negara,” ujar Hasanuddin.

Sebagaimana diketahui, terungkapnya keterlibatan perusahaan Amerika Serikat dalam pengadaan e-KTP diketahui saat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendapatkan tagihan senilai USD 90 juta terkait proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) dari PT Biomorf.

Menteri Tjahjo pun heran sebuah perusahaan asing bisa menang tender proyek yang berhubungan dengan urusan rahasia warga negara. “Kok sampai bisa perusahaan asing memenangkan tender proyek urusan rahasia penduduk Indonesia,” kata Tjahjo kepada wartawan usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (23/11).

Tjahjo menyebut bahwa perusahan asing pemenang tender e-KTP tersebut berhubungan dengan pengolahan data warga negara. “Ini problemnya karena ini menyangkut 110 juta data penduduk. Ini yang menjadi beban kami bahwa negara tidak mampu melindungi kerahasiaan data kependudukan warga negara. Ironisnya perusahaan ini perusahaan Amerika,” ujarnya

Tjahjo pun meminta KPK untuk mengusut proyek pengadaan e-KTP yang memenangkan perusahaan Amerika tersebut. Sementara itu, Tim penyidik KPK sudah bertolak ke luar negeri untuk menelusuri kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri. Keberangkatan tim penyidik KPK ke luar negeri, lantaran proses cetak e-KTP sendiri diketahui dilakukan di luar negeri. (raf)