Kastara.id, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kiai Said Aqil Siradj melarang umat Islam melaksanakan shalat Jumat di jalan raya. “Madzhab Maliki dan Syafi’i menganggap shalat di jalan tidak sah,” kata Said saat memberikan pidato sambutan di Kongres Muslimat NU di Asrama Haji, Jakarta Timur, Kamis (24/11).

Menurut Said, hal ini untuk merespons rencana aksi demonstrasi pada 2 Desember mendatang di mana massa berencana melakukan shalat Jumat berjamaah di sepanjang Jalan Sudirman.

Dijelaskannya, Imam Maliki dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa jika imam shalat Jumat ada di dalam masjid, dan makmum membludak hingga shalat di jalan, hal itu dibolehkan. Namun, jika sengaja keluar dari masjid untuk shalat di jalan, maka ibadahnya menjadi tidak sah karena mengganggu kepentingan orang lain.

Fatwa itu tidak ada kaitannya dengan pencalonan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon Gubernur DKI Jakarta (Ahok) yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. “Saya hanya mengeluarkan fatwa, tidak ada kaitannya dengan Ahok. Pokoknya shalat Jumat di jalan, kapan pun dan di mana pun, tidak sah menurut Madzhab Syafi’I,” ujar Said.

Oleh karenanya, Said melarang warga NU untuk ikut dalam demo 2 Desember. Ia mengingatkan warga NU untuk tak mendesak proses hukum yang tengah berjalan. Said mengatakan, desakan yang menuntut Ahok segera ditahan juga tidak tepat karena proses hukum tak boleh diintervensi. “Proses hukum itu kan tidak harus ditahan. Kalau dicurigai melarikan diri atau menghilangkan barang bukti baru ditahan,” katanya.

Said juga meminta kepada pemerintah agar membubarkan organisasi-organisasi yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. “NU mohon kepada pemerintah untuk membubarkan ormas yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD dan NKRI,” ujar Said.

Namun Said tidak menjawab saat ditanya ormas mana yang bertentangan dengan empat pilar itu. “Tidak usah dikasih tahu, pemerintah tahulah, yang anti Pancasila. FPI, tanya dia pancasilais atau tidak,” kata Said.

Said menambahkan, ormas yang berjasa adalah yang lahir sebelum NKRI seperti NU, Muhamadiyah, Wasliyah, Sarikat Islam. Muslimat NU merupakan salah satu sayap organisasi NU khusus perempuan. Lahir di Purwokerto pada 29 Maret 1946, Muslimat NU bertujuan mengangkat harkat dan martabat perempuan Indonesia melalui bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, dakwah, dan sosial.

Muslimat NU tersebar di 34 provinsi di Indonesia dan tercatat memiliki 532 cabang di tingkat kabupaten/kota serta 5.222 anak cabang di tingkat kecamatan. Adapun di tingkat desa atau kelurahan, Muslimat NU memiliki lebih dari 36.000 kepengurusan ranting dengan jumlah anggota sekitar 30 juta. (raf)