Kastara.ID, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyadari posisi strategis perairan Indonesia yang menyebabkan ramainya pelayaran, perlintasan dan labuh kapal asing, termasuk kapal perang. Terdapat sekitar 40 titik kerangka kapal perang asing dari era Perang Dunia II (PD II) yang teridentifikasi berada di perairan teritorial Indonesia.

Bekerja sama dengan The University of Sydney, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) menggelar workshop “Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Kerangka Kapal Perang Bersejarah” secara daring pada 16-26 November 2020.

Plt. Dirjen PRL Tb. Haeru Rahayu yang biasa disapa Tebe menyampaikan bahwa kerangka kapal perang asing di perairan memiliki nilai sejarah, pengetahuan tentang teknologi dan bahkan psikologis yang signifikan. Selain itu asosiasinya dengan ekosistem laut menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

“Pemerintah memberi ruang pengaturan perlindungan dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), Rencana Tata Ruang Laut Nasional dan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: 17/PERMEN-KP/2008 tentang Kawasan Konservasi di Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagai Kawasan Konservasi Maritim (KKM),” ujar Tebe.

“Mengingat pengelolaan kerangka kapal perang yang berpotensi melibatkan dua sampai tiga negara, KKM ditetapkan oleh Pemerintah Pusat namun dalam keseharian manajemennya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, dengan pertimbangan bahwa manfaat pengelolaan kerangka kapal perang asing dapat diperoleh oleh Pemerintah dan masyarakat di daerah,” tambah Tebe.

Tebe juga menjelaskan KKP berharap keberadaan kerangka kapal perang asing memberikan manfaat yang kongkrit bagi masyarakat di sekitar lokasi dan masyarakat Indonesia secara umum, baik untuk edukasi, sejarah, maupun ekonomi yang berkelanjutan.

“Ada banyak contoh kerangka kapal perang asing pada suatu negara mampu memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat setempat,” ujar Tebe.

Secara terpisah Direktur Jasa kelautan Miftahul Huda menjelaskan bahwa narasi signifikasi sejarah dan pengetahuan tentang kerangka kapal perang yang bersejarah masih kurang menyeluruh.

“Hal tersebut penting untuk membangun kesadaran publik untuk turut serta melindungi peninggalan tersebut. Keterlibatan dan komitmen negara pemilik bendera kerangka kapal perang yang tenggelam di perairan Indonesia secara aktif sangat diperlukan,” jelas Huda.

Huda melanjutkan bahwa keterlibatan untuk menyediakan interpretasi yang edukatif bagi masyarakat dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bantuan pendidikan bagi putra-putri daerah. Pemerintah Indonesia memiliki program pemanfaatan yang dapat diintegrasikan.

“Terkait pengelolaan HMAS Perth, Pemerintah Provinsi Banten melalui KKP telah mengajukan kepada Pemerintah Australia untuk memberikan beasiswa pendidikan S2 sebanyak 15 orang per tahun dan pendidikan tingkat S3 sebanyak 5 orang per tahun, juga untuk pembangunan museum BMKT,” ujar Huda.

Andy Viduka, Asisten Deputi dari Kementerian Air, Energi dan Lingkungan (Department of Water, Energy and Environment, Commenwealth of Australia), menyatakan bahwa Pemerintah Australia setuju untuk menyusun pengaturan pelaksanaan (implementing arrangement) kerja sama pengelolaan HMAS Perth, dirinya bahkan berharap lingkup kerja sama tidak hanya terbatas pada kapal perang tapi lebih luas tentang marine heritage lainnya.

Sementara perwakilan dari The University of Sydney Natalie Pearson menyampaikan bahwa workshop dan peningkatan kapasitas pengelolaan kerangka kapal perang bersejarah ini merupakan rangkaian pembuka kerja sama dalam mengelola HMAS Perth.

“Tahun depan kami mengagendakan pelatihan singkat pengelolaan kawasan bersejarah bawah air (short course on underwater heritage management) melibatkan peserta mahasiswa dari Indonesia, dengan proporsi terbanyak diharapkan berasal dari mahasiswa Banten. Kami juga akan membuat portal khusus semacam galeri online pertempuran Selat Sunda yang memuat informasi tentang PD II dan HMAS Perth,” ungkap Natalie.

Keterlibatan secara aktif dan komitmen negara pemilik bendera kerangka kapal perang yang tenggelam di perairan Indonesia sangat diperlukan yakni keterlibatan untuk menyediakan interpretasi yang edukatif bagi masyarakat dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan bantuan pendidikan bagi putra-putri daerah. (mar)