Anies Baswedan

Kastara.ID, Jakarta – Anies Baswedan memang aktor politik yang jelih mengkomunikasikan dirinya dari berbagai sisi. “Saat masyarakat cemas dengan dinamika demokrasi di negeri tercinta, Anies mempublis foto sedang membaca buku bertajuk Bagaimana Demokrasi Mati,” ujar Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta, M Jamiluddin Ritonga, kepada redaksi Kastara.ID di Jakarta, Selasa (24/11).

Menurut pria yang akrab disapa Jamil ini, foto Anies membaca buku How Democracies Die itu sebenarnya tampak sederhana. Namun karena pejabat di Indonesia jarang foto sedang membaca buku, maka foto itu mendapat apresiasi dari masyarakat.

“Selain sederhana, foto Anies juga menekankan pejabat yang bukan birokrat. Anies ingin memberi pesan, pejabat itu harus terus menerus mengisi isi kepala dengan membaca,” papar penulis buku Riset Kehumasan ini.

Dalam konteks komunikasi politik, lanjutnya, Anies tampaknya ingin mengubah citra pejabat yang selama ini kaku dan digambarkan tahu segala hal. Dengan membaca, gambaran sosok yang serba tahu akan pupus dengan sendirinya.

“Namun dari semua itu, respons besar dari masyarakat disebabkan judul buku itu sesuai dengan persoalan yang menjadi kehawatiran sebagian besar masyarakat. Masyarakat menilai apa yang dirasakannya tentang demokrasi seolah dirasakan Anies,” ungkap pengajar Isu dan Krisis Manajemen.

Jamil pun memaparkan bahwa di sini terjadi konvergensi antara Anies dan sebagian masyarakat dalam kegusaran dinamika demokrasi di Indonesia. “Konvergensi ini menciptakan ikatan psikologis dan sosiologis masyarakat kepada Anies,” imbuhnya.

Meski demikian, tentu ada saja anggota masyarakat yang merespons negatif tampilan Anies dalam foto tersebut. “Mereka ini umumnya memang sudah sejak awal memiliki sikap awal (predisposisi) yang negatif. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah melihat tampilan Anies dari sisi positif,” tandasnya.

Dengan sikap awal negatif, Anies yang senyum saja dapat dipersepsi oleh mereka sedang meledek. Karena itu, apa pun yang dilakukan Anies akan dinilai negatif.

“Jadi, munculnya pro dan kontra terhadap foto Anies menjadi wajar. Sebab, ada yang sikap awal positif dan negatif kepada Anies,” pungkas mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta 1996-1999 ini. (jie)