Jamiluddin Ritonga

Kastara.ID, Jakarta – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin menyoroti pernyataan Edy Mulyadi yang dinilai sudah menghina warga Kalimantan.

“Kalau warga Kalimantan merasa terhina tentu tidak ada yang bisa melarang. Sebab, dalam komunikasi setiap penerima pesan berhak mempunyai persepsi sendiri atas pesan yang diterimanya,” ungkap pengamat yang biasa disapa Jamil ini.

Penyampai pesan, seperti Edy Mulyadi, tidak bisa memaksakan makna pesan sebagaimana yang dimaksudnya jin buang anak dan yang mau tinggal di Ibukota Negara (IKN) hanya monyet. “Saat pesan itu disampaikan ke khalayak, maka khalayak punya hak mempersepsi pesan tersebut sesuai latar belakangnya,” imbuhnya.

Karena itu, wajar kiranya bila setiap pesan dipersepsi beragam oleh khalayak. Hal itu juga terjadi terhadap pesan yang disampaikan Edy Mulyadi.

Jadi, kalau banyak warga Kalimantan mempersepsi pesan yang disampaikan Edy Mulyadi dalam konotasi negatif, Jamil melihat dalam konsteks komunikasi, tentulah hal itu sebagai hal yang wajar. Hal itu juga dapat terjadi bagi warga mana saja di dunia ini.

Karena itu, mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta ini menekankan, publik figur harus berhati-hati dalam setiap menyampaikan pesan kepada khalayak. Setiap pesan yang ingin disampaikan haruslah terukur agar dapat meminimalkan misspersepsi di khalayak. Sebab, sekali terjadi miss persepsi, maka akan terjadi efek bumerang yang dasyat bagi si penyampai pesan.

“Jadi, bagi publik figur sebelum menyampaikan pesan kepada khalayak hendaknya berpikir dulu baru bertinkak. Hindari bertindak dulu baru berpikir, karena akan menjadi efek bumerang bagi si penyampai pesan, Pungkas Jamil. (dwi)