Big Data

Kastara.ID, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya penyusunan peraturan dan kebijakan yang didasarkan data/informasi kondisi riil dalam memberikan solusi yang komprehensif. Apalagi penelitian saat ini dimudahkan dengan perkembangan teknologi informasi sehingga dapat menangkap data yang lebih banyak komprehensif dari berbagai sumber.

Oleh karena itu, Menkeu mengapresiasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang melakukan inovasi penelitian berbasis teknologi big data. Dari database yang dapat dikumpulkan dan dimiliki BPJS terdapat sekitar populasi sebanyak 218,4 juta masyarakat peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dari data yang besar tersebut BPJS telah melakukan penelitian sampel yang menggambarkan format yang sama dengan populasi yang ada.

Hal ini disampaikan Menkeu pada acara “Penggunaan Big Data Dalam Pengembangan Evidence Based Policy JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)” di Ballroom Sri Suwarsi, Gedung BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, Jakarta, Senin (25/2).

“Ada sistem yang mulai dibangun untuk mendeteksi (masalah utama dan mencari solusi yang tepat)” kata Menkeu mengapresiasi inisiasi penggunaan big data sebagai sumber analisis oleh BPJS dalam rangka penyusunan kebijakan yang tepat di masa depan.

Lebih lanjut, Menkeu mengaskan bahwa kunci sukses keberhasilan jaminan kesehatan nasional ditentukan oleh empat hal yaitu gambaran populasi, ketersediaan dan kualitas fasilitas kesehatan (supply side), kebutuhan masyarakat secara umum akan pelayanan kesehatan yang affordable (demand side) serta program jaminan kesehatan nasional yang sustainable.

Salah satu keunggulan penelitian berbasis big data bagi penyusunan kebijakan yang tepat adalah kebijakan tersebut diharapkan mampu mengidentifikasi masalah utama secara aggregate (keseluruhan) untuk mencari solusi yang tepat. Terlebih, secara alami, kesehatan merupakan hal yang sangat sensitif dan mempengaruhi emosi masyarakat dan para stakeholders terkait. Banyak pihak yang hanya melihat permasalahan secara parsial dan berdasarkan kepentingan masing-masing.

“Bagaimana kita merekomendasikan perbaikan? Hanya dengan evidence-based ini bisa dilakukan. Karena dengan evidence-based, orang tidak emosi. Kalau bicara tentang orang sakit, dokter yang merasa tidak dibayar atau rumah sakit yang tertunda tagihannya, masyarakat yang merasa tidak dilayani, itu semua emosi.  Semuanya ingin marah saja. Dalam suasana yang semuanya emosional sangat tidak mungkin kita mendesain policy yang sesuai kebutuhan empat pilar sukses dari jaminan kesehatan nasional,” contoh Menkeu tentang sulitnya mengatasi permasalahan kesehatan.

Oleh karena itu, dengan dukungan big data yang komprehensif maka para pengambil kebijakan dapat melihat permasalahan secara lebih komprehensif dan tidak terpengaruh oleh ‘informasi’ atau ‘data’ yang bersifat parsial. Diharapkan dengan diketahuinya akar permasalahan secara komprehensif maka para pengambil kebijakan dapat mengeluarkan peraturan/kebijakan yang menyentuh/mengatasi akar permasalahannya. (mar)